Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai tindak pidana korupsi korporasi, Mahkamah Agung bersama Komisi Pemberantasan Korupsi mengadakan rangkaian seminar dan benchmarking training  pada tanggal 20-23 Februari 2017. Kegiatan ini menghadirkan para pembicara dari dalam maupun luar negeri dengan diikuti oleh peserta dari berbagai instansi.

Para pembicara tersebut antara lain Prof. Peter Alldridge yang merupakan Guru Besar Hukum Pidana Queen Mary University of  London, sekaligus pakar antikorupsi dan pencucian uang yang telah menulis banyak buku serta salah satu penyusun UK Bribery Act  2010. Peter mengulas bagaimana penerapan UK Bribery Act 2010 di Inggris. Pakar lainnya, yaitu Dr. Tillman Hoppe yang merupakan mantan Hakim dan ahli internasional yang telah melatih penegak hukum dari berbagai negara. Tillman memberikan penjelasan terkait isu pertanggungjawaban pidana korporasi serta penyuapan penyelenggara negara asing. Berikutnya, Kevin R Feldis adalah Jaksa Penuntut Umum dari Amerika serikat yang menceritakan pengalaman investigasi dan penuntutan berbagai korporasi termasuk dengan pendekatan FCPA. Adapun pembicara dari dalam negeri adalah Hakim Agung Prof Dr. Surya Jaya, S.H., M.H., Hakim Agung Dr. Suhadi, mantan Kepala PPATK dan ahli hukum Dr. Yunus Husein, Dosen Hukum Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan, S.H., MCL serta Komisioner KPK Laode M Syarif.

Hari pertama, 20 Februari 2017, diawali dengan Mini Seminar di Gedung Mahkamah Agung Jakarta yang dihadiri oleh Hakim Agung Kamar Pidana dan Ketua Pengadilan Tinggi, dibuka oleh Hakim Agung sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. H. M. Syarifuddin, S.H, M.H, dan dihadiri oleh Komisioner KPK Alexander Marwata. Pembahasan tersebut dipimpin oleh Hakim Agung dan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. Artidjo Alkostar.

Kemudian pada hari kedua, dilanjutkan dengan Seminar Nasional yang dihadiri sedikitnya oleh 200 peserta baik berasal dari unsur korporasi, penegak hukum, kementerian/lembaga maupun organisasi masyarakat sipil yang berlangsung di Hotel Le Meridien Jakarta. Seminar Publik ini dibuka oleh Hakim Agung dan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. H. M. Syarifuddin, S.H, M.H, dan Komisioner KPK Saut Situmorang.

Rangkaian acara pada hari ketiga dan keeempat ditandai dengan penyelenggaraan benchmarking training  di Gedung Merah Putih KPK selama dua hari. Kegiatan ini diikuti oleh Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum dari KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Acara tersebut dibuka oleh Komisioner KPK Alexander Marwata dan ditutup oleh komisioner lainnya, Laode M Syarif.

Materi yang dibahas pada rangkaian kegiatan ini meliputi banyak hal, salah satunya adalah pembuktian kesalahan berdasarkan pengalaman negara Inggris menerapkan Strict Liability pada Section 7 UK Bribery Act 2010. Menurut konsep Strict Liability  tersebut, Penuntut Umum hanya harus membuktikan bahwa tindak pidana dilakukan oleh pekerja atau orang yang mempunyai hubungan dengan korporasi dilakukan untuk kepentingan korporasi, sehingga tindak pidana tidak harus dilakukan oleh pengurus tanpa perlu membuktikan kesalahan korporasi secara tersendiri. Korporasi diberikan hak untuk membela diri dengan menunjukkan bahwa sudah melakukan upaya yang sesuai dengan enam prinsip adequate procedure.

Sementara itu, negara Amerika menerapkan vicarious liability sesuai dengan FCPA dengan pendekatan yang hampir sama dengan Inggris dari segi rumusan. Untuk Indonesia, ahli bersepakat bahwa Pasal 20 UU Tipikor menggunakan pendekatan vicarious liability  apabila dilihat dari rumusannya yang sejalan juga dengan PerMA Nomor 13 Tahun 2016.

Kemudian pembahasan dilanjutkan mengenai hukum acara, mekanisme perampasan aset, adequate procedure for prevention, perbandingan hukum sampai dengan pembahasan tentang BUMN dimana pembicara sepakat bahwa tidak boleh ada pembedaan antara BUMN dan swasta baik berdasarkan hukum Indonesia maupun pengalaman di berbagai negara.

Harapannya, penyelenggaraan acara ini dapat meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai PERMA 13/2016 yang merupakan terobosan, karena berhasil disusun bersama dalam jangka waktu enam bulan oleh berbagai lembaga penegak hukum di Indonesia. Sehingga peraturan yang mengatur mekanisme pertanggungjawaban pidana korporasi dapat diterapkan. Di sisi lain, swasta diharapkan dapat terdorong melakukan berbagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sehingga prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dapat terwujud nyata. Berikut ini adalah materi pada rangkaian kegiatan di atas.

Top