Kajian perijinan dan pengawasan obat JKN ini merupakan lanjutan dari rangkaian kajian Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggaran Komisi Pemberantasan Korupsi di tahun 2013. Kajian ini dilatarbelakangi beberapa realitas di tengah masyarakat diantaranya data izin edar (NIE) obat di BPOM tidak update sebagai dasar pengadaan e-catalogue obat, tidak semua obat di FORNAS dapat tayang di e-catalogue obat 2017 (hanya 80%) dari yang diajukan karena gagal lelang, proses pemberian izin edar obat di BPOM memakan waktu yang lama, dan persentase tindak lanjut hasil pengawasan BPOM oleh instansi terkait rendah, jumlah obat beredar di Indonesia didominasi obat branded yang sebagiannya tidak rasional, dan harga obat di Indonesia termahal di ASEAN.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengindentifikasi titik-titik rawan korupsi dan permasalahan pada sistem perizinan dan pengawasan obat JKN di BPOM, dan memberikan saran perbaikan untuk memperbaiki sistem perizinan dan pengawasan obat JKN dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Adapun objek kajian meliputi 5 kelembagaan sektor yakni instansi pusat (BPOM), instansi vertikal (5 Balai Besar/Balai BPOM), pemerintah daerah (5 dinas kesehatan), industri farmasi (5 perusahaan), dan satuan dinas/satuan layanan kesehatan. Gambaran Umum dari sistem pengawasan obat dikelompokkan ke dalam 2 kategori yakni pengawasan pre-market dan pengawasan post market. Pengawasan pre market terdiri atas pengembangan produk mulai formulasi, stabilitas, khasiat dan keamanan mutu, evaluasi produk dan penerbitan nomor izin edar (NIE). Sedangkan pengawasan post market terdiri atas konsistensi mutu (pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian), konsistensi keamanan (monitoring ESO dan KIPI, pelaksanaan studi keamanan post market jangka pendek dan jangka panjang (PMS), dan konsistensi informasi (monitoring penandaan dan iklan/promo).

Unduh KAJIAN PERIZINAN DAN PENGAWASAN OBAT JKN

 

Top