Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi 2022 di Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Pemerintah Provinsi NTT di Palacio Hall Hotel Aston Kupang, NTT (19/10). Hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakil Gubernur NTT Josef Adreanus Nae Soi, Deputi BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggara Keuangan Daerah Raden Suhartono, Kepala Daerah se-NTT, dan para tamu undangan.

Dalam sambutannya, Alex menuturkan berdasarkan Transparency International Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2021 berada diangka 38, yang berarti masih dibawah rata-rata IPK global yaitu 43. IPK merupakan sebuah penilaian indikator korupsi di suatu negara yang sistem penilaiannya menggunakan survey pandangan publik suatu negara terhadap kinerja pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Kenapa Indeks Persepsi Korupsi ini menjadi penting? Karena IPK ini dampaknya besar sekali, yang utama adalah digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan Internasional ketika akan memberikan pinjaman ke suatu negara. Disitulah lembaga keuangan tersebut akan melihat resiko korupsi yang ada di suatu negara,” kata Alex.

Lanjutnya Alex menjelaskan, berdasarkan statistik, posisi NTT dibandingkan daerah lain di Indonesia jika dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Tingkat Kemiskinan, NTT menduduki peringkat ketiga terendah setelah Provinsi Papua dan Provinsi Papua barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa perjuangan selaku Kepala Daerah yang menjadi wakil rakyat khususnya di wilayah NTT harus lebih giat dalam upaya mensejahterakan rakyat NTT.

Alex juga mengingatkan pentingnya komitmen para Bupati dan Walikota serta ketua DPRD se-NTT terkait program pencegahan korupsi dan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik sehingga terhindar dari permasalahan hukum. Menurut catatan KPK dari program yang sudah dilaporkan melalui program monitoring center for prevention (program Pencegahan bagi Pemerintah Daerah) capaian nilai per tanggal 18 Oktober 2022 berada di angka 24% dari 100%, artinya masih perlu upaya dan kerjakeras dari semua pihak untuk terus melakukan perbaikan dari sisi tata kelola yang ada.

“Berdasarkan jumlah pengaduan yang masuk ke KPK dari tahun 2019 hingga tahun 2022 berjumlah 275 laporan, LHKPN Eksekutif di NTT mencapai 77.45% dan Legislatif 85.59%. Dari data yang masuk diharapkan bagi Pemerintah Daerah untuk bisa menyelesaikan kepatuhan laporan LHKPN hingga 100% dan mendorong transparansi dalam pengelolaan pemerintahan sehingga bisa menekan jumlah pengaduan yang masuk,” jelas Alex.

Menutup sambutannya, Alex menyampaikan bahwa upaya perbaikan tata kelola dan pencegahan korupsi akan membawa dampak pada peningkatan ekonomi serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat. “Saya berharap bahwa perlu kerja keras Bupati, Walikota, Ketua DPRD dan seluruh pihak yang dilakukan dalam perbaikan tata kelola bisa membawa kesejahteraan bagi kesejahteraan masyarakat,” terangnya.

Pada kesempatan tersebut Wakil Gubernur NTT Josef Adreanus Nae Soi menyampaikan upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi dalam rangka perbaikan tata kelola, dimulai dari penetapan aksi Pencegahan korupsi, integrasi sistem perencanaan dan penganggaran, pendampingan Inspektorat Provinsi kepada APIP Kabupaten/Kota serta melaksanakan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala bersama-sama atas arahan dan pendampingan KPK.

“Sejak awal dibangunnya kemitraan antara KPK RI dengan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2016 sampai saat ini, aksi pencegahan korupsi yang ditetapkan telah mampu mendorong peningkatan penguatan kinerja pemerintah daerah di Provinsi NTT. Karenanya saya berterima kasih dan berharap agar KPK melalui Kedeputian Koordinasi Supervisi terus memberikan arahan dan pendampingan serta berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah, agar tata kelola di Pemerintah Daerah se-NTT terus bisa dilakukan perbaikan dan memberi hasil sesuai yang diharapkan,” terang Josef.

Deputi BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggara Keuangan Daerah Raden Suhartono juga menyampaikan, peran pengawasan intern perlu terus dilakukan dengan strategi yang tepat agar permasalahan tata kelola pemerintah daerah bisa dimitigasi dan dicegah dari perilaku fraud. Strategi tersebut dilakukan melalui percepatan pengendalian fraud, peningkatan kualitas pengendalian fraud, efektivitas dan efisiensi sumber daya dan perluasan cakupan pengendalian fraud.

“Saya juga menekan pentingnya peran APIP di Daerah untuk pengawasan keuangan daerah secara berjenjang yang merupakan implementasi garis komando koordinasi pengawasan untuk menekan kasus korupsi, inefisiensi dan inefektifitas program serta kinerja pembangunan tidak berdampak. Tujuan pengawasan sebagai upaya meningkatkan kapasitas daerah untuk mendukung pelaksanaan urusan dan konkruen menjadi efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,”tutup Raden.

Top