Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, mengoptimalkan pendapatan pajak daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), BPHTB, dan bagi hasil Pajak Daerah. Dengan semboyan Ika Bina En Pabolo, daerah yang memiliki penduduk sebanyak 316.798 orang ini, memiliki potensi besar di bidang tersebut.

Plt. Direktur Bidang Koordinasi dan Supervisi Wilayah 1 KPK Edi Suryanto menjelaskan Pemkab Labuhanbatu memiliki potensi besar untuk mengejar dan mengoptimalkan penerimaan BPHTB dari perusahaan atau pribadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Sebab, meurujuk data Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN), seluas 285.739,87 hektare lahan belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU)—dimana seluas 238.600,04 hektare adalah lahan perkebunan sawit.

“Potensi inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan Pemkab Labuhanbatu Selatan,” kata Edi dalam kegiatan monitoring dan evaluasi sektor tematik perkebunan kelapa sawit bersama stakeholder Pemkab Labuhanbatu Selatan, Selasa (18/10).

Hingga saat ini, berdasarkan data Pemkab, pada tahun 2022, terdapat 75 perusahaan perkebunan sawit yang tercatat telah memiliki IUP atau izin lingkungan. Sementara data Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN), terdapat 57 perusahaan perkebunan sawit yang telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Rinciannya, sebanyak 48 perusahaan swasta dan sembilan perusahaan berasal dari BUMN. Adapun luas lahan yang dikelola ialah sebesar 78.104,095 hektare untuk swasta dan 30.416,180 hektare untuk BUM. Luas area konsesi ini setara dengan 35,23% dari total luas Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Sementara itu, berdasarkan data Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut II, terdapat sebanyak 67 Nomor Objek Pajak (NOP) seluas 132.440 Hektare serta tantangan utama adalah terkait dengan kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajaknya.

Di sisi lain, Pemkab Labuhanbatu Selatan juga bisa mengoptimalkan potensi perluasan basis data dan penerimaan PBB-P2 bagi Pemda. Sebabnya, berdasarkan data terdapat seluas 49 ribu hektare perkebunan sawit rakyat—yang juga harus dioptimalisasi untuk membayarkan pajak.

Melihat data-data tersebut, KPK optimistis jika pajak ini dikelola dengan baik maka akan memberikan kebermanfaatan bagi pendapatan daerah dan masyarakat. Akan tetapi untuk mengoptimalkan penerimaan PBB dan BPHTB, para pemangku kepentingan harus memperbaiki sistem administrasi perpajakan yang berlaku.

“Perbaikan administrasi perizinan seperti izin lokasi, izin usaha perkebunan (IUP), izin lingkungan, dan koordinasi pengurusan surat tanda daftar budidaya (STDB) juga harus dibenahi,” ujar Edi.

Oleh karena itu, KPK merekomendasikan kepada Pemkab Labuhanbatu Selatan untuk membentuk Tim Terpadu yang terdiri dari pihak Pemkab Labuhanbatu Selatan, BPN, Kejaksaan Negeri dan instansi lain yang terkait untuk melengkapi dan merekonsiliasi data, melakukan verifikasi di lapangan, dan dalam jangka menengah membuat Informasi satu peta-satu data.

Bupati Labuhanbatu Selatan Edimin menjelaskan rendahnya pendapatan pajak dari sektor perkebunan sawit karena banyak prusahaan yang HGU-nya melewati batas dan tidak dilakukan perpanjangan. Di sisi lain, perusahaan kelapa sawit juga tidak melakukan pembayarah dan sangat sulit dilakukan penagihan.

“Saat ini kami memiliki 27 pabrik CPO dan yang terbesar di Sumut. Tetapi saat ini tidak pernah mendapatkan bagi hasil atas pajak CPO. Kami sudah melakukan koordinasi terkait dengan hal ini dengan kementerian, lembaga, dan organisasi pemerintah pusat,” ujar Edimin.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Wakil Bupati Ahmad Padli Tanjung, Sekretaris Daerah Heri Wahyudi, Inspektur, Kepala Dinas Perkebunan, Kanwil BPN Sumut dan Kantor Pertanahan Labuhanbatu Selatan, Kanwil DJP Sumatera Utara II dan Kepala KPP Rantauprapat, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Labuhanbatu Selatan.

Top