Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Pelatihan Penelusuran, Penggeledahan dan Penyitaan Mata Uang Kripto Bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) selama 5 hari, mulai 4 hingga 8 Juli 2022 di Gedung ACLC KPK Rasuna Said Jakarta. 

Dian Novianthi, Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK menjelaskan bahwa pelatihan yang digelar saat ini melibatkan sejumlah narasumber internasional terkait mata uang kripto, yaitu Alyaksandr Malyshau dari UNODC, Scott Bradford dari The National Cryptocurrency Enforcement Team (NCET), US DOJ dan Hoonje Choi seorang Investigator, Divisi Investigasi Kejahatan Cyber, kantor Kejaksaan Agung Korea.

Dengan hadirnya para narasumber itu, Dian berharap para penyidik kasus korupsi dapat lebih meningkatkan kualitas dari penyidikan dan penyelidikan yang lakukan mengingat saat ini kasus korupsi lebih canggih. Sebelumnya KPK melalui ACLC telah beberapa kali melakukan pelatihan pengenalan mata uang kripto bersama narasumber dari internal Indonesia.

Pelatihan yang berlangsung secara offline dan online ini diikuti oleh 3 orang Analis dari PPATK, 3 orang Penyidik Dit. Tipikor Bareskrim Polri, 2 orang Jaksa Penyidik Tipikor Kejaksaan Agung RI dan 2 orang Jaksa pada PPA Kejaksaan Agung RI. Sementara melalui online bergabung 176 peserta dari internal KPK.

“Paling tidak teman-teman yang ikut pelatihan ini mendapatkan pemahaman mengenai penelusuran, penggeledahan dan penyitaan mata uang kripto. Pelatihan ini akan menjadi bekal bagi peserta dalam menjalankan investigasi kedepannya. Sehingga tidak ada lagi masalah investigasi yang terhenti karena kurangnya pengetahuan. Karena pengetahuannya sudah cukup, kompetensinya sudah cukup, tinggal kemauan dan semangat kita untuk menyelasaikan kasus-kasus yang terkait,” papar Dian.

Sementara itu Country Manager and Liaison to ASEAN UNODC Collie F Brown yang turut hadir membuka pelatihan mengatakan alamat cryptocurrency terlarang menerima setara dengan 14 miliar USD pada tahun 2021, meningkat hampir 80 persen dari tahun sebelumnya.

“Perlu diingat bahwa industri aset virtual tidak hanya mencakup cryptocurrency seperti bitcoin dan ethereum tetapi aset digital lainnya seperti token nonfungible (NFT). Semua ini meledak. Pertumbuhan besar-besaran ini berarti pasti akan ada lebih banyak kejahatan yang memungkinkan kripto dan pencucian uang berbasis aset virtual di tahun-tahun mendatang,” kata Collie

Atas fenomena tersebut, dia mengingatkan pemerintah harus menggunakan semua kekuatan yang tersedia untuk memulihkan aset digital terlarang, pemerintah juga harus memastikan crime doesn't pay, bahkan ketika itu terjadi di dunia maya.

Pada kenyataannya, disebagian besar negara asset virtual termasuk mata uang kripto tidak berfungsi seperti mata uang, tetapi seperti investasi atau simpanan nilai lainnya seperti emas, seni, kuda pacu atau kapal pesiar dalam konteks perampasan dan pemulihan aset. Sehingga dalam pandangan Collie, cryptocurrency harus dianggap seperti aset lainnya.

“Itulah kenapa pelatihan ini menjadi sangat penting. Sebagai investigator dan jaksa anda adalah ujung tombak, dan pekerjaan anda dapat berhasil atau gagal melacak dan menyita aset ini. Bagaimana Anda mengumpulkan informasi sama pentingnya karena harus melewati pemeriksaan pengadilan selama penuntutan dan dapat menghambat upaya untuk mencapai tidak hanya penuntutan yang berhasil, tetapi juga upaya pemulihan yang berhasil, terutama ketika permintaan diajukan ke yurisdiksi internasional,” pungkas Collie.

Menyambut paparan Collie, Dian menyampaikan harapannya atas kerjasama KPK dengan UNODC kedepan, “Saya berharap kegiatan ini bisa berlanjut. Jika sekarang masih pengenalan mata uang kripto, kedepan mungkin akan lebih dalam, lebih teknis, dan yang lebih canggih,” pungkasnya. 

Top