Peristiwa tindak pidana korupsi yang terus terjadi belakangan ini menciptakan kesan bahwa transaksi suap dan sogok terjadi setiap hari pada pejabat-pejabat yang berada pada posisi cukup strategis. Untuk memberantasnya tak cukup mengandalkan satu lembaga saja, namun perlu peran lembaga lainnya agar tercipta sistem dan budaya antikorupsi yang sempurna.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengemukakan catatan dan pandangannya menyikapi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang baru saja terjadi, salah satunya di Bekasi. Firli menyatakan keprihatinannya yang mendalam, karena peristiwa ini berulang untuk sekian kalinya dengan modus yang hampir sama.

“Sungguh disayangkan bahwa memasuki tahun baru justru kita mendapatkan sebuah kejadian tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat yang tinggal tidak jauh dari ibukota. Bahkan dia tinggal tidak jauh dari rumah saya di Bekasi,” ungkap Firli.

Ketua KPK juga menyoroti betapa strategisnya peran seorang kepala daerah seperti walikota, terutama bagi wilayah yang ada di dekat ibukota. Firli mengingatkan, posisi vital tersebut seharusnya digunakan untuk menciptakan kecintaan rakyat kepada pemimpinnya, dan dan menjadi tauladan tentang bagaimana mengelola kepemimpinan yang baik.

Firli Bahuri juga kembali menegaskan, KPK adalah pelaksana undang-undang (UU) dan bukan pembuat UU, karenanya KPK hanya sebatas menjalankan amanat yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia. Meski demikian, KPK tak dapat bergerak sendiri untuk memberantas korupsi tanpa dukungan dari unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif.

“Para legislator harus membaca kemungkinan adanya lubang dalam regulasi kita yang menyebabkan mudahnya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan. Para pejabat di lingkungan yudikatif juga harus memastikan bahwa peradilan berjalan adil sehingga tidak saja pelaku korupsi tapi juga masyarakat melihat bahwa mereka telah dihukum secara setimpal, memenuhi rasa keadilan hukum dan keadilan masyarakat. Demikian juga di kamar kekuasaan partai politik, juga harus bersih dari korupsi dan tidak ada lagi sistem politik yang ramah korupsi,” pesan Firli.

“Dan yang terpenting, para pejabat eksekutif dari pusat dan daerah dalam pelaksanaan harus memastikan taat kepada undang-undang, disertai etika dan moral penyelenggara negara yang jujur, profesional, akuntabel, adil, baik dan benar,” sambung Firli.

Menutup catatannya, Firli Bahuri mengutarakan harapannya agar seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bergerak di wilayahnya, untuk menciptakan orkestra pemberantasan korupsi yang sempurna. Melalui perbaikan sistem secara terus menerus di semua bidang kehidupan, budaya antikorupsi yang masif dapat tercipta bersama dengan hadirnya pejabat publik yang bersih dan profesional.

Top