Sebagai negara kepulauan, Indonesia dianugerahi ruang laut dengan sumberdaya kelautan yang berlimpah di dalamnya. Dengan panjang garis pantai sejauh 95.181 kilometer dengan jumlah pulau sebanyak 17.480, dan posisi geografis di perlintasan dua samudera, sudah pasti Indonesia memiliki posisi penting di antara negara-negara di dunia. Belum lagi kekayaan hayati laut tropis terkaya di dunia dan kekayaan non hayati dalam berbagai bentuk, sudah seharusnya bangsa Indonesia menjaga warisan bersama umat manusia tersebut dengan penuh integritas.

Sayangnya, dalam banyak hal sektor kelautan belumlah menjadi mainstream (pengarus-utamaan) dalam pembangunan selama ini. Akibatnya sektor kelautan memberikan kontribusi yang kecil terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, penerimaan negara bukan pajak dari sektor kelautan, khususnya dari perikanan laut hanya sebesar 0,3% dari nilai produksi perikanan di tahun 2013. Nelayan di Indonesia masih dianggap sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat kemiskinan yang paling tinggi. Kesemua ini membangun kesadaran betapa termarjinalkannya sektor kelautan selama ini.

Sejalan dengan pelaksanaan amanat UU KPK, rencana strategis KPK tahun 2011 sampai 2015 menitikberatkan pada fokus kegiatan antara lain sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ketahanan pangan, serta penerimaan negara. Karenanya KPK berkepentingan untuk melakukan pengkajian dalam rangka perbaikan sistem sebagai upaya untuk mencegah korupsi sekaligus memperbaiki tata kelola di sektor kelautan dalam rangka melaksanakan amanat UUD 1945 khususnya pasal 33. 

Kajian sistem pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan dilaksanakan dengan tujuan antara lain:

  • Memetakan permasalahan terkait dengan sistem pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan di Indonesia yang berpotensi korupsi,
  • Merumuskan saran perbaikan untuk mengatasi permasalahan terkait dengan pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan Indonesia,
  • Memantau perumusan tindak lanjut terhadap saran perbaikan dalam rangka mengatasi permasalahan pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan di Indonesia.

 Kajian difokuskan pada hal berikut:

  • Penetapan batas wilayah laut Indonesia yakni batas laut teritorial, zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif,
  • Pengelolaan tata ruang laut Indonesia, termasuk pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil,
  • Pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia, khususnya berkaitan dengan sumberdaya perikanan.

Terhadap ketiga hal tersebut, kajian mencakup aspek regulasi, ketatalaksanaan dan kelembagaan.

  • Aspek regulasi, yang dikaji khususnya terkait dengan UU No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan, UU No. 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 30 tahun 2004 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 45 tahun 2010 tentang Perikanan, serta UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran,
  • Aspek ketatalaksanaan, yang dikaji adalah pelaksanaan perizinan di perikanan tangkap, pengelolaan PNBP dari perikanan tangkap, pengelolaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, perizinan reklamasi pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pemberian hibah dan bantuan sosial,
  • Aspek kelembagaan, yang dikaji adalah kelembagaan pada tiga unit eselon I di Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

 Hasil kajian menunjukkan sejumlah permasalahan muncul di sektor kelautan. Permasalahan hadir mulai dari penetapan batas wilayah laut, penataan ruang laut, hingga pengelolaan sumberdaya yang ada di dalamnya. Permasalahan batas wilayah laut dapat dilihat dari kesalahan penetapan penggunaan garis pangkal kepulauan saja yang dapat mendeligitimasi wilayah laut Indonesia, revisi penggunaan garis pangkal yang justru mengurangi luas laut Indonesia, penetapan segmen perbatasan laut dengan negara tetangga yang belum selesai, data luas wilayah darat dan laut yang masih berbeda-beda, dan keberadaan dan identitas yang tidak pasti tentang pulau-pulau kecil Indonesia.

Dalam penataan ruang, sejumlah permasalahan juga muncul terutama terkait dengan pengaturan tata ruang laut nasional, penyusunan rencana zonasi ruang laut, peta dasar lingkungan laut dan lingkungan pantai yang belum operasional, penataan ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, desentralisasi dalam pengelolaan ruang laut, pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem. Dari sisi ketatalaksanaan, sejumlah permasalahan ditemukan terkait dengan proses perizinan, pengelolaan PNBP, dan pemberian bantuan sosial/hibah kepada masyarakat.

Permasalahan tersebut di atas tidak terlepas dari sejumlah kendala yang muncul terkait dengan aturan perundang-undangan yang belum disusun, kesalahan tekstual dan kontekstual dalam aturan perundang-undangan, hingga permasalahan substansi dari aturan perundang-undangan tersebut. Permasalahan semakin kompleks karena adanya permasalahan kelembagaan lintas sektoral dan permasalahan kapasitas kelembagaan pemerintah, seperti yang terjadi di internal Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Indonesia sebagai poros maritim yang menjadi fokus pemerintahan saat ini, hanya akan tecapai jika ada upaya bersama dari semua elemen bangsa untuk menyelamatkan sektor kelautan. Upaya bersama tersebut harus simultan dalam berbagai aspek, baik di tataran kebijakan maupun di tataran implementasi, serta melibatkan pemerintah pusat dan daerah secara intensif. Tentunya elemen lain seperti Civil Society Organization (CSO), pelaku usaha dan aparat penegak hukum harus dilibatkan sebagai bagian dari pemangku kepentingan.

Persoalan yang sedemikian kompleks, mengharuskan kita untuk memilih prioritas area perbaikan. Sebagai langkah awal, perbaikan dan penyempurnaan aturan perundang-undangan, pengembangan kapasitas kelembagaan, penetapan dan penegasan batas wilayah laut Indonesia, pengembangan peta wilayah laut Indonesia yang terintegrasi, pengembangan sistem data dan informasi, integrasi sistem perencanaan nasional, dan pelaksanaan kewajiban para pihak bisa menjadi pilihan. Di tingkat daerah, pemerintah daerah juga dapat didorong untuk berfokus pada penyusunan dan penyempurnaan tata ruang kawasan, penataan izin, pelaksanaan kewajiban para pihak, serta pemberian dan perlidungan hak-hak masyarakat.

Top