Bangun Budaya Integritas, KPK Bekali Pegawai Otorita IKN Kelola Gratifikasi dan Konflik Kepentingan

Sebagai upaya mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penguatan integritas kepada seluruh jajaran Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) agar memahami risiko fraud. Kegiatan yang berlangsung hybrid pada Selasa (17/6) dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Nusantara ini mengupas pentingnya mengelola benturan kepentingan (conflict of interest) dan pengendalian gratifikasi.
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, Herda Helmijaya, menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum. Lebih dari itu, korupsi merupakan bagian dari fraud yang sistemik, bersifat manipulatif, dan merusak sendi tata kelola negara.
“Korupsi adalah bagian dari fraud, dan karakteristiknya selalu penuh tipu daya, tersembunyi, tetapi diniatkan. Dampaknya pun merusak. Karena itu, integritas dan keterbukaan harus dibangun dari sistem, dari individu, dan dari budaya organisasi,” tegas Herda.
Mengacu pada klasifikasi Fraud Tree dari Association of Certified fraud Examiners (ACFE), Herda menjelaskan bahwa korupsi mencakup empat elemen utama: conflict of interest, bribery, illegal gratuities, dan economic extortion. Dari keempatnya, konflik kepentingan sering kali menjadi celah tak kasat mata dalam pengambilan keputusan publik.
Ia juga menekankan bahwa pendekatan penanganan conflict of interest harus memadukan kesadaran nilai (value-based) dan kepatuhan terhadap aturan (compliance-based). Adapun pendekatan nilai ditujukan untuk menumbuhkan komitmen dan akuntabilitas. Sementara pendekatan kepatuhan menekankan pentingnya taat terhadap ketentuan hukum dan etika yang berlaku.
“Salah satu sumber celah terbesar terjadinya korupsi adalah conflict of interest (konflik kepentingan) yang tidak disadari dan dibiarkan. Kita harus menangani ini bukan hanya dengan aturan, tapi juga dengan kesadaran nilai. Pendekatan berbasis nilai menumbuhkan komitmen; pendekatan berbasis aturan memastikan kita tidak menyimpang,” tandas Herda.
Selain conflict of interest, Herda juga menjelaskan konsep gratifikasi bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, termasuk berbagai bentuknya. “Gratifikasi bukan sekadar soal menerima pemberian, tapi juga soal kesadaran akan batas integritas. Pegawai negeri dan penyelenggara negara harus mampu mengenali bentuk-bentuk gratifikasi, sekaligus tahu kapan dan bagaimana menolaknya secara tepat,” tambahnya.
Otorita IKN Siap Bangun Pondasi Integritas
Kegiatan penguatan integritas ini diinisiasi oleh Otorita IKN sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola sejak dini. Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita IKN, Agung Dodit Muliawan, menyampaikan bahwa keragaman latar belakang pegawai—baik dari instansi pusat, daerah, maupun sektor swasta—membutuhkan kesamaan persepsi terhadap isu integritas.
“Kami menyadari bahwa sebagai lembaga baru, Otorita IKN berpotensi menghadapi situasi rawan gratifikasi dan benturan kepentingan. Sosialisasi ini penting untuk membangun fondasi integritas sebagai bagian dari nilai organisasi yang antikorupsi,” kata Agung.
Kegiatan ini merupakan bagian dari mandat KPK dalam mendorong pencegahan korupsi melalui penguatan tata kelola dan peningkatan kapasitas integritas penyelenggara negara. KPK akan terus bersinergi dengan kementerian, lembaga, dan otorita baru seperti Otorita IKN untuk memastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas terintegrasi sejak awal proses pembangunan.
“Budaya antikorupsi tidak bisa dibentuk dengan seminar sesekali. Ini harus berulang, konsisten, dan dipimpin oleh teladan. Dan hari ini, kita memulainya bersama,” tutup Herda.