Tinjau Proyek Normalisasi Ciliwung, KPK Dorong Percepatan Penanganan Banjir di Jakarta

Upaya menanggulangi banjir di DKI Jakarta tidak hanya soal infrastruktur, tapi integritas pelaksanaannya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan setiap tahapan perencanaan, penggunaan anggaran, pelaksanaan pengadaan, hingga serah terima dilakukan secara transparan, efisien, dan berkeadilan termasuk pembebasan lahan dan pengadaan sarana pendukung proyek.
Melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah II, KPK turun langsung ke lapangan guna meninjau proyek normalisasi Kali Ciliwung di kawasan Pengadegan, Jakarta Selatan, Selasa (21/10). KPK mendampingi dan memantau proyek strategis ini untuk memastikan tata kelola transparan, efisien, dan bebas konflik kepentingan.
Sebagai bentuk komitmen, KPK bersama Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Kantor Pertanahan Jakarta Selatan (Kantah Jaksel), dan perangkat daerah setempat turut mendampingi guna menelusuri langsung progres pembebasan lahan dan pengadaan sarana pendukung proyek normalisasi sungai.
Kepala Satgas Korsup Wilayah II KPK, Dwi Aprillia Linda Astuti, menegaskan kehadiran KPK bukan sekadar memantau, tapi langkah preventif guna memitigasi risiko korupsi, termasuk pengadaan tanah yang di dalamnya terdapat hak masyarakat.
“Agar proses bersih, transparan, dan warga paham tidak ada pemberian ke pejabat dalam proses pembebasan tanah. Jika ada yang meminta atau menerima, segera lapor ke KPK,” tegas Linda saat melakukan peninjauan lapangan.
KPK bersama tim di lapangan, bergerak memantau progres pembebasan lahan di sepanjang bantaran kali Ciliwung. Hal ini menjadi bagian penting dari upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta. Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerusakan dan kerugian akibat banjir di DKI Jakarta pada 2025 mencapai Rp1,92 miliar.
Selain di kawasan Pengadegan, progres normalisasi juga dilakukan Penetapan Lokasi (Penlok) lain seperti Cililitan dengan 49 bidang normalisasi, Cawang (80 bidang), dan Rawajati (19 bidang). Normalisasi sungai ini direncanakan rampung pada Desember 2025.
Linda menyoroti pentingnya penertiban administrasi dan pencatatan aset sebagai bagian dari akuntabilitas publik. Ia mengingatkan, proyek senilai Rp257 miliar untuk normalisasi sungai, harus diolah dengan tertib dan tercatat, agar tidak ada konflik mengingat lokasi tersebut belum tercatat sebagai aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
“Aset pengadaan tanah harus dicatat secara jelas. Setelah pembebasan, harus dipastikan pencatat dan pengelola asetnya,” tambah Linda.
Dari hasil pantauan, progres pembebasan lahan di Pengadegan telah berjalan untuk 54 bidang seluas 13.101 meter persegi, dan telah melalui tahap pengukuran garis sempadan kali dengan jarak yang disepakati yakni 5,5 meter. Namun demikian, masih ada beberapa kendala di lapangan yang membuat prosesnya terhambat, salah satunya penyelesaian pendataan bangunan yang sudah terdata, tetapi justru habis terbakar.
“Kami sudah intensif mendampingi sejak Agustus-Oktober 2025, di tahap persiapan. Kami berharap, pengadaan tanah yang sudah direncanakan dapat selesai tepat waktu,” jelas Linda.
KPK mengingatkan agar penilaian (appraisal) tanah, dilakukan lebih awal dengan melibatkan lintas lembaga, termasuk aparat penegak hukum (APH), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta asosiasi penilai independen (MAPI) guna memitigasi risiko kebocoran anggaran.
“DSDA perlu segera mengundang perangkat daerah, demi kelancaran penilaian hingga pembayaran agar tidak terlambat. Kami berharap perkara pengadaan tanah seperti pengadaan tanah Sumber Waras, Munjul, hingga Rorotan tidak terulang,” ucap Linda.
Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan, Muhamad Irdian, menegaskan pentingnya proses administrasi dan kelengkapan dokumen pengadaan tanah. Menurutnya, kehadiran KPK memberi rasa aman bagi proses pembebasan lahan yang melibatkan hak warga.
“Bersama KPK kami merasa lebih percaya diri untuk bergerak. Karena setiap langkah sudah diawasi. Dengan sinergi ini, kami berharap ada kepastian hukum bagi semua pihak, khususnya yang masuk dalam wilayah Jakarta Selatan” tutur Irdian.
Pada kesempatan yang sama, Plt Kepala Unit Pengadaan Tanah Sumber Daya Air Jakarta Ibnu Affan, menambahkan jika seluruh penlok berjalan tanpa hambatan, proyek pengendalian banjir di Kali Ciliwung terkait pengadaan tanah ditargetkan rampung seluruhnya pada tahun 2027.
Urai Masalah, Beri Pendampingan
Sebelumnya, KPK telah menggelar rapat koordinasi dengan DSDA pada 15 Oktober 2025 lalu, guna mengurai kendala teknis, seperti keterlambatan pengadaan alat berat. Diketahui, sejumlah peralatan seperti excavator spider mini, crawler carrier mini, dan pompa air dengan nilai pengadaan lebih dari Rp100 miliar, hanya tersedia lewat impor sebab tidak diproduksi di dalam negeri.
Menanggapi hal ini, KPK menegaskan perlunya kepastian regulasi dan mekanisme pelimpahan kewenangan agar proses pengadaan tidak terhambat, akuntabel, dan efisien. Pasalnya, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, penggunaan produk impor hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan menteri, kepala lembaga, kepala daerah, atau pejabat yang ditunjuk.
KPK menegaskan, keberhasilan pengendalian banjir bukan hanya diukur dari panjang tanggul atau kapasitas pompa air, tapi seberapa transparan dan bersih anggaran publik dikelola. KPK berkomitmen memastikan normalisasi Kali Ciliwung tidak hanya memperkuat infrastruktur Jakarta, tapi memperkuat kepercayaan publik terhadap tata kelola pembangunan yang berintegritas.
“Harapannya ada aturan berjenjang terkait pelimpahan wewenang ini. Dinas SDA perlu bersurat ke Kementerian Perindustrian untuk memastikan ketersediaan barang di dalam negeri,” tutup Linda.
Kilas Lainnya
