Perkuat Tata Kelola, KPK Dorong Kemandirian Fiskal di Kalimantan Utara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak pemerintah daerah (pemda) se-Kalimantan Utara (Kaltara) untuk memperkuat tata kelola pemerintahan dan menggali potensi daerah sebagai pijakan menuju kemandirian fiskal yang berkelanjutan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pencegahan korupsi yang lebih berdampak dan terarah.
Ajakan itu disampaikan Plt. Deputi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK, Agung Yudha Wibowo dalam Rapat Koordinasi pencegahan korupsi bersama pemda se-Kaltara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/7).
“KPK mengapresiasi pemda se-Kalimantan Utara atas inisiatif memperkuat tata kelola pemerintahan di daerahnya masing-masing. Kami melihat Kaltara berpotensi besar menjadi percontohan tata kelola yang baik. Karena itu, forum ini menjadi momentum strategis–bukan hanya seremoni untuk bersama menjawab langsung tantangan yang ada,” ungkap Agung.
Lebih lanjut, kemandirian fiskal daerah menjadi salah satu aspek yang paling disorot di Kaltara. Pasalnya, merujuk data Kementerian Keuangan, postur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025 se-Kalimantan Utara terbilang cukup besar, salah satunya di Kabupaten Bulungan.
Potensi Besar, Tantangan Nyata
Kaltara memiliki kekayaan SDA yang melimpah, namun masih menghadapi tantangan dalam membangun kemandirian fiskal. Diketahui, APBD Kabupaten Bulungan mencapai Rp2,40 triliun, namun pos belanja hibahnya senilai Rp213,48 miliar.
“Kaltara sangat kaya SDA, hasil dari kekayaan itu harusnya mampu meningkatkan PAD di setiap daerah. Potensi lainnya juga dapat terus digali, sehingga berdampak langsung untuk daerah dan masyarakat,” tambah Agung.
Sementara itu, Gubernur Kaltara Zainal Paliwang menjelaskan sejumlah tantangan di wilayahnya. Salah satunya terkait data dan informasi neraca perdagangan crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit. Menurutnya, data tersebut penting untuk mengukur pendapatan asli daerah.
“Pun halnya dengan dana bantuan sosial (CSR) dari perusahaan yang berinvestasi di Kaltara. Perusahaan masih bergerak sendiri. Padahal kami meyakini dengan potensi besar yang didapat dari CPO maupun CSR dapat membantu mensejahterakan masyarakat,” ungkap Zainal.
Sementara itu, Bupati Tana Tidung, Ibrahim Ali mengatakan pihaknya menghadapi tantangan terkait pengelolaan tambang. Sebagai daerah pemekaran dari tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Tana Tidung semestinya dapat mandiri secara fiskal.
“Kami memiliki daerah penghasil tambang cukup besar, namun pembagian pendapatan bagi daerah belum begitu jelas, sehingga berpengaruh pada pendapatan daerah. Tana Tidung juga merupakan kawasan konservasi hutan gambut, tapi belum ada aturan jelas soal pengelolaan hasil alam itu, padahal pasar Eropa tertarik berinvestasi,” jelas Ibrahim.
Perkuat Sistem, Tingkatkan Skor Tata Kelola
Perbaikan tata kelola, menurut Agung dapat dimulai dengan menjadikan instrumen Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) sebagai tolok ukur dalam memetakan potensi kebocoran di pemerintahan daerah.
Hasil MCSP di Kaltara pada dua tahun terakhir menunjukkan penurunan, dengan rerata skor dari 85,72 pada 2023 menjadi 81,59 pada 2024. Dua area terendah adalah Perencanaan (48) dan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) (44), dengan skor Provinsi Kaltara hanya 66—terendah dibanding lima pemda lainnya.
Hasil penilaian MCSP tahun 2025 menunjukkan bahwa area PBJ masih memiliki memerlukan perbaikan di sejumlah pemda se-Kaltara. Hal ini sejalan dengan data LKPP, yang menunjukkan masih dominannya mekanisme penunjukkan langsung dalam pengadaan.
Sebagai contoh, Kabupaten Malinau mencatat nilai penunjukan langsung sebesar Rp1,180 triliun, sedangkan transaksi e-purchasing mencapai Rp446 miliar, dan RUP Rp85 miliar. Melihat kondisi ini, KPK mendorong pemda untuk menata kembali sistem PBJ agar lebih akuntabel dan transparan.
Sinergi Jadi Kunci Perbaikan
Guna penguatan tata kelola pemerintahan yang bersih hingga terwujud kemandirian fiskal, KPK menegaskan perlunya komitmen seluruh pemangku kepentingan. Lembaga eksekutif (gubernur, walikota, dan bupati), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), hingga seluruh jajaran perangkat daerah harus terlibat.
“Pengalaman kami di beberapa daerah menunjukkan meski upaya pencegahan telah disampaikan, praktik korupsi masih terjadi. Ini menjadi pelajaran penting bahwa komitmen harus sejalan dengan konsistensi, perkuat sistem, serta penanaman integritas hingga ke tingkat pelaksana,” tegas Agung.
Adapun perwakilan enam pemda Kaltara yang turut hadir, yakni Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan menandatangani komitmen antikorupsi bersama KPK. Melalui forum ini, KPK berharap langkah sinergis bersama pemda se-Kaltara tidak hanya berdampak pada perbaikan sistem keuangan daerah, tapi menghadirkan kepercayaan publik yang lebih kuat terhadap pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Kilas Lainnya

