KPK Siapkan Indonesia Hadapi Review Global Lewat Penyusunan Kebijakan Implementasi UNCAC
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai langkah penting dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional pemberantasan korupsi. Melalui kegiatan ‘Kick-Off Meeting United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Implementation Review Cycle II.’ KPK menegaskan komitmen nasional dalam menutup kesenjangan kebijakan, memperkuat hukum, serta meningkatkan transparansi di seluruh lini pemerintahan.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Juang KPK, Jakarta pada Kamis (16/10) ini, menandai dimulainya proses strategis menuju review fase kedua UNCAC pada 2026. Pasalnya, Indonesia akan kembali dievaluasi negara-negara anggota PBB, terkait implementasi 53 butir rekomendasi hasil review sebelumnya yang telah digelar sebanyak dua putaran di sepanjang tahun 2010-2020.
“Penyusunan ini merupakan rencana strategis nasional. Kami ingin memastikan Indonesia siap menghadapi review mendatang dan memperkuat tata kelola bersih,” ujar Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Eko Marjono, dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Eko menegaskan UNCAC bukan sekadar dokumen hukum, melainkan komitmen global guna memastikan setiap negara bergerak bersama memberantas korupsi lintas batas. Menurut Eko, kegiatan ini merupakan momentum memperbarui tekad, memperkuat sistem hukum nasional, serta memastikan rekomendasi yang belum terlaksana untuk segera diimplementasikan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Kartika Handaruningrum, mengatakan dari total 53 rekomendasi hasil review UNCAC, sebanyak 48 butir akan menjadi fokus utama kajian tahun 2025. Sementara, 5 rekomendasi lainnya terkait kriminalisasi akan dikaji secara terpisah.
“Kegiatan ini penting guna memastikan Indonesia tidak hanya menjadi negara pihak UNCAC di atas kertas, tapi menunjukkan kemajuan nyata dalam reformasi hukum,” ungkap Kartika.
Kartika menambahkan, review UNCAC bermanfaat besar bagi Indonesia, termasuk memperkuat koordinasi antarinstansi, mendorong reformasi hukum, serta membuka akses kerja sama internasional dalam pengembalian aset (asset recovery) hasil korupsi di luar negeri.
Diketahui proses penyusunan rekomendasi akan dilakukan melalui kerja sama dengan konsultan SustaIN menggunakan metodologi desk review, kuesioner self assessment, serta wawancara lintas instansi.
KPK juga akan melibatkan lebih dari 20 kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Hukum (Kemenkum), Kejaksaan Agung, Polri, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
“Negara-negara maju kini mendorong transparansi hasil review UNCAC, sehingga Indonesia perlu mempersiapkan posisi yang kuat dan data yang akurat,” tambah Kartika.
Kegiatan ini juga menjadi langkah awal menyiapkan posisi Indonesia, menjelang konferensi negara-negara pihak UNCAC (Conference of State Parties) ke-11 yang akan digelar pada Desember 2025 mendatang. Dalam forum tersebut, Indonesia akan melaporkan kemajuan implementasi UNCAC yang telah diratifikasi melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006.
Sementara itu, Tenaga Ahli Hukum 1 dari SustaIN, Dwi Siska, menekankan pentingnya dukungan data dan partisipasi aktif seluruh instansi. Pihaknya mengatakan ingin mengetahui langkah Indonesia serta hal-hal yang perlu diperkuat, sehingga hasilnya dapat menjadi peta jalan bagi kebijakan nasional antikorupsi yang lebih kokoh.
“Jika tahun depan Indonesia akan di-review, kita harus menyusun apa-apa saja yang harus disajikan untuk pihak luar yang akan me-review,” ucap Siska.
Melalui kegiatan ini, KPK berharap hasil kajian dapat menjadi landasan penyusunan kebijakan baru yang selaras dengan standar internasional. Selain itu, mampu memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada tata kelola pemerintahan bersih dan berintegritas di level global.
Kilas Lainnya