Perteguh Budaya Antikorupsi, KPK Ajak Civitas UNJ ‘Biasakan Yang Benar’
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pendidikan sebagai fondasi membangun budaya integritas nasional. Perguruan tinggi dinilai memiliki peran sentral dalam menyiapkan generasi muda yang berkarakter, kompeten, dan mampu menolak praktik korupsi.
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menyampaikan pesan tersebut saat membuka kegiatan sosialisasi dan kampanye antikorupsi ‘Biasakan Yang Benar’ (BYB) Goes to Campus di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta, Selasa (4/11).
“Jadi karakter integritas itu harus menjadi bagian dari kepribadian civitas akademika, khususnya di Universitas Negeri Jakarta. Integritas ini harus tertanam dan berlangsung lama untuk dapat menangkal berbagai tindakan buruk seperti perilaku korupsi,” kata Ibnu.
Ibnu menegaskan, pendidikan tinggi harus menjadi motor penggerak pertumbuhan berkelanjutan sekaligus tempat lahirnya sumber daya manusia yang berintegritas. Dunia pendidikan yang bersih menjadi bagian penting dalam mewujudkan visi Indonesia Maju 2045, terutama dalam peningkatan kualitas pendidikan dan produktivitas bangsa. Karena itu, KPK mendorong kolaborasi semua pihak—pemerintah, akademisi, dan sektor swasta—untuk memperkuat budaya antikorupsi sejak dini.
Sebagai langkah konkret, KPK juga mengawal peningkatan Indeks Integritas Pendidikan (IIP). Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024, IIP pada LLDIKTI Wilayah III—yang menaungi DKI Jakarta—berada pada angka 66,52 atau kategori integritas korektif. Dari tiga dimensi penilaian, karakter memperoleh indeks tertinggi (74,67), disusul ekosistem (68,11), sementara tata kelola berada pada posisi terendah (56,34), yang menunjukkan area perlu perbaikan signifikan dalam aspek tata kelola.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir Arief, menambahkan bahwa kampus memegang peran strategis dalam membentuk generasi antikorupsi. Namun, tantangan masih muncul dari praktik kecurangan akademik, penyalahgunaan wewenang, dan rendahnya kepedulian terhadap integritas.
“Upaya pemberantasan korupsi harus berangkat dari pemahaman mendalam terhadap akar penyebabnya, terutama mengenai lima elemen Pentagon of Fraud, yang kerap melatarbelakangi terjadinya korupsi, yakni rasionalisasi, arogansi, kemampuan, peluang, dan tekanan. Dengan demikian, Biasakan Yang Benar dapat dipahami sebagai perilaku kecil yang dapat menutup ruang bagi penyimpangan yang lebih besar,” ungkap Amir.
Ia menekankan perlunya keterlibatan aktif komunitas, akademisi, pelaku seni, dan generasi muda untuk memperluas pesan antikorupsi.
Rektor UNJ, Komarudin, menyatakan dukungan penuh terhadap kampanye ‘Biasakan yang Benar, Bukan Benarkan yang Biasa’. Menurutnya, kebiasaan baik adalah kunci pembentukan karakter yang kokoh di lingkungan pendidikan.
“Tanpa proses pembiasaan yang baik, nilai-nilai integritas dan karakter sulit tertanam secara berkelanjutan di lingkungan kampus maupun sekolah. Kami juga mengapresiasi antusiasme sivitas akademika UNJ terhadap kegiatan ini, meski belum seluruh peserta atau sivitas dapat hadir karena kesibukan akademik di ruang-ruang kelas,” kata Komarudin.
Ia berharap program antikorupsi ini terus berjalan dan menjadi bagian dari budaya UNJ. Biasakan yang Benar diharapkan tidak hanya menjadi slogan, tetapi tertanam sebagai nilai hidup di kalangan mahasiswa dan akademisi UNJ.