KPK Gelar FGD, Persiapkan Initial Memorandum OECD Bidang Antikorupsi

Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2024 tentang Percepatan Aksesi Keanggotaan Indonesia di Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas rancangan Initial Memorandum (IM) Aksesi OECD Bidang Antikorupsi.
Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono, dalam sambutannya menegaskan bahwa IM adalah dokumen krusial dalam proses menuju keanggotaan Indonesia pada OECD. Dokumen ini mengkaji keselarasan regulasi dengan instrumen-instrumen hukum internasional pada OECD yang bertujuan melawan kejahatan penyuapan pejabat publik asing dalam transaksi bisnis internasional.
“Pada Maret 2024, Indonesia menerima roadmap aksesi keanggotaan OECD yang berisi tahapan yang harus dilalui. Penyusunan Initial Memorandum menjadi langkah penting karena dokumen ini berfungsi sebagai self-assessment yang merefleksikan kondisi regulasi, kebijakan, dan implementasi dari 243 instrumen OECD yang harus diikuti Indonesia,” kata Eko dalam kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Wyndham, Jakarta, Jumat (22/11).
Rancangan IM yang dipersiapkan oleh KPK berdasarkan masukan tertulis dari lembaga-lembaga terkait kemudian dibahas lebih lanjut dalam FGD yang dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga (K/L) yang tergabung dalam kelompok kerja (pokja) Bidang Antikorupsi. Anggota pokja ini meliputi Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum, Kementerian Luar Negeri, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kolaborasi adalah kunci keberhasilan. Dengan melibatkan berbagai pihak, kita dapat menyusun Initial Memorandum yang akurat dan komprehensif. Dokumen ini akan memberikan gambaran utuh terkait kesiapan Indonesia untuk menjadi anggota OECD,” tambah Eko.
Penyusunan IM diharapkan tidak hanya mencerminkan kesiapan Indonesia sebagai calon anggota OECD, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Sebagai koordinator pokja bidang antikorupsi, KPK berkomitmen untuk mendukung penuh proses ini melalui penyediaan data, informasi, serta masukan terkait kebijakan dan peraturan yang relevan.
Konvensi OECD Anti-Bribery
Konvensi OECD Anti-Bribery atau Konvensi Anti Penyuapan Pejabat Publik Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional adalah perjanjian internasional yang mengatur kewajiban setiap negara anggota untuk mengkriminalisasi tindak pidana penyuapan terhadap pejabat publik asing serta menetapkan perangkat penegakan hukum dan pencegahannya. Konvensi ini bertujuan menciptakan ekosistem bisnis internasional yang setara, transparan, dan memastikan kualitas kebijakan ekonomi global yang adil.
“Roh dari konvensi ini adalah memastikan bahwa pelaku bisnis internasional dapat berkompetisi secara adil tanpa adanya praktik penyuapan. Yang wajib dari konvensi tersebut adalah adanya sanksi untuk legal person atau badan hukum yang melakukan penyuapan,” jelas Kartika Handaruningrum selaku Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK.
Konvensi ini menegaskan bahwa penyuapan terhadap pejabat publik asing harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam konteks ini, penyuapan diartikan sebagai tindakan seseorang atau entitas yang menawarkan, menjanjikan, atau memberikan keuntungan bisnis yang tidak sah kepada pejabat publik asing untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
Konvensi OECD Anti-Bribery mencakup 17 pasal yang mengatur berbagai aspek pemberantasan penyuapan, mulai dari kriminalisasi tindakan suap, pemidanaan korporasi, kerja sama internasional, hingga pemberian sanksi yang tegas. Saat ini, konvensi ini telah diratifikasi atau diaksesi oleh 46 negara, terdiri dari 38 negara anggota OECD dan 8 negara non-anggota.
Tindak Lanjut Aksesi OECD
Tahap finalisasi Initial Memorandum akan dilakukan oleh tim KPK setelah menerima masukan dari kementerian/lembaga (K/L) terkait pada FGD yang telah dilakukan. Proses penyusunan dan finalisasi IM ditargetkan selesai pada Desember 2024.
Setelah proses finalisasi, IM akan diserahkan oleh Deputi Bidang Informasi dan Data KPK kepada Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Sekretariat Tim Nasional (Timnas) OECD, baik melalui surat resmi maupun aplikasi portal Aksesi OECD.
Setelah IM diterima, Komite OECD akan melakukan substantive review untuk menilai kesiapan Indonesia dalam memenuhi standar OECD dan menentukan langkah selanjutnya menuju status keanggotaan penuh. KPK berkomitmen untuk mendukung penuh aksesi Indonesia ke OECD dengan memastikan kelengkapan dan kualitas Initial Memorandum, yang akan menjadi fondasi penting dalam proses ini.