Jadi Garda Terdepan, Mahasiswa Hukum Didorong Jadi Aktor Kunci Kesadaran Antikorupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan mahasiswa sebagai garda terdepan kesadaran hukum—menuntut mereka berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pesan ini disampaikan dalam kunjungan akademik 50 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (21/11).
Sebagai bagian dari studi lapangan mata kuliah Hukum Lembaga Negara, kunjungan akademik bertema ‘Penguatan Integritas dan Pencegahan Korupsi Universitas Kristen Satya Wacana’ ini menekankan kapasitas dan pemahaman memadai mahasiswa, guna menjalankan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat.
Penyelidik Tindak Pidana Korupsi Ahli Madya, Rahmaluddin, menekankan pemberantasan korupsi merupakan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Meskipun begitu, mahasiswa hukum memiliki tanggung jawab yang lebih spesifik dalam membentuk budaya antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi. “Yang terdepan dalam sikap sadar hukum adalah mahasiswa hukum,” tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Rahmaluddin, secara konstitusi pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab KPK. Namun, keberhasilan KPK di lapangan lahir dari partisipasi aktif masyarakat, termasuk kehadiran mahasiswa UKSW sebagai bentuk nyata peran serta mahasiswa.
Rahmaluddin menambahkan, pendidikan yang menanamkan nilai antikorupsi menjadi fondasi dasar bagi keberhasilan pencegahan dan penindakan korupsi. Baginya, ketika integritas menjadi budaya, maka ruang korupsi akan menyempit dengan sendirinya.
Diketahui peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PP ini mengatur peran masyarakat, yang mencakup jalur partisipasi non-penindakan, seperti Edukasi dan Kampanye Integritas serta Penerapan Nilai Antikorupsi di kampus dan komunitas. Selain itu, terdapat mekanisme pemberian penghargaan bagi pelapor yang terbukti benar serta berkontribusi pada pemulihan kerugian negara.
Sementara itu, pada sesi pemaparan, Penyelidik Tindak Pidana Korupsi Ahli Madya Biro Hukum KPK, M. Hafez, memberikan konteks hukum yang mendalam mengenai kedudukan dan mandat KPK. Ia menjelaskan, mandat pemberantasan korupsi dikuatkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 serta arah kebijakan diamanatkan dalam Asta Cita nomor 7 dengan memperkuat koordinasi, supervisi, penindakan, serta pencegahan.
“Menurut UU No. 19, KPK ada dalam rumpun kekuasaan eksekutif—melaksanakan undang-undang dan peraturan. Namun, bersifat independen,” ujar Hafez.
Pemahaman komprehensif ini, penting bagi mahasiswa hukum guna memahami relasi antar-lembaga dan memastikan tugas pemberantasan korupsi dapat terlaksana efektif tanpa intervensi. Mahasiswa UKSW juga mendapatkan penjelasan mengenai jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Materi mencakup tujuh jenis utama tindak pidana korupsi, mulai dari perbuatan memperkaya diri, penyalahgunaan wewenang, suap, gratifikasi, pemerasan, benturan kepentingan, hingga kerugian negara. Selain itu, tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi, seperti perbuatan merintangi pemeriksaan dan upaya menghalangi penyidikan.
Pertemuan ini menegaskan pandangan KPK, bahwa perguruan tinggi merupakan mitra strategis dalam memperluas literasi hukum, menanamkan nilai integritas, serta mendorong partisipasi aktif warga negara dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. “KPK memandang mahasiswa sebagai agen perubahan di garda terdepan kesadaran hukum,” tutup Hafez.