Dorong Investasi dan Pertanian Bersih, KPK Perkuat Tata Kelola Pemkab Ngawi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi untuk terus memperkuat tata kelola pemerintahan sebagai langkah strategis menjaga potensi daerah tetap bersih dari korupsi. Fokus utama diarahkan pada sektor pertanian yang menjadi andalan utama Ngawi, serta 10 proyek strategis yang tengah digagas untuk memperkuat iklim investasi daerah.
Dorongan ini disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Wahyudi, dalam audiensi bersama jajaran Pemkab Ngawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7). Ia menekankan pentingnya membangun fondasi sejak dari hulu, melalui tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan berintegritas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2025, Kabupaten Ngawi menempati posisi kedua sebagai produsen padi terbesar di Jawa Timur setelah Lamongan. Sepanjang tahun 2024, total produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 442.132 ton.
“Hasil pertanian Ngawi sangat menjanjikan dan bisa menjadi fondasi pembangunan daerah. Tapi potensi ini harus dikelola dengan tata kelola yang bersih dan berintegritas agar tidak membuka peluang korupsi,” ujar Wahyudi.
Kinerja Meningkat, Pengadaan Perlu Pembenahan
Dalam instrumen Monitoring Control for Prevention (MCP), Pemkab Ngawi menunjukkan peningkatan positif, dari skor 92 pada 2023 menjadi 94 pada 2024. Namun demikian, aspek pengadaan barang dan jasa (PBJ) masih menjadi catatan penting dalam hasil Survei Penilaian Integritas (SPI).
Hasil SPI menunjukkan penurunan nilai integritas Pemkab Ngawi, dari 76,25 pada 2023 menjadi 74,04 pada 2024. Penurunan paling mencolok terlihat pada dimensi internal PBJ, dari 90,05 menjadi 68,25.
“KPK telah memberikan surat rekomendasi untuk pelaksanaan konsolidasi dan e-audit PBJ di pemda tanggal 24 Maret 2025. Salah satunya mendorong penyedia lokal agar APBD berdampak nyata bagi masyarakat,” tegas Wahyudi.
Dalam APBD Murni 2025 senilai Rp2,5 triliun, belanja PBJ tersebar ke berbagai metode, antara lain penunjukan langsung sebesar Rp152 juta, pengadaan langsung Rp77,2 miliar, e-purchasing Rp171 miliar, tender Rp129 miliar, seleksi Rp2,2 miliar, dan pengecualian senilai Rp22 miliar.
KPK juga menekankan pentingnya fasilitasi terhadap penyedia lokal dan UMKM agar belanja pemerintah benar-benar mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Konsolidasi PBJ dinilai krusial untuk mendorong efisiensi dan dampak fiskal yang lebih luas bagi daerah.
Proyek Strategis dan Pertanian Ramah Lingkungan
Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, memaparkan 10 proyek strategis daerah yang tengah digarap guna menarik investasi dan mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi. Namun KPK mengingatkan pentingnya kehati-hatian agar proyek-proyek tersebut tidak menjadi celah korupsi.
“Sejak Covid-19, anggaran terfokus pada proyek infrastruktur. Perekonomian sektor pertanian menjadi pemantik baik, tapi belum cukup mendukung ekonomi secara menyeluruh. Karenanya, kami memandang pentingnya investasi di Ngawi melalui 10 proyek strategis di daerah,” ungkap Ony.
Ia juga menegaskan komitmen mendorong kemandirian pertanian yang ramah lingkungan melalui keterlibatan masyarakat. Selain itu, pihaknya sedang merancang regulasi perpajakan untuk memperkuat sektor pertanian.
“Pun soal pengelolaan pajak kami memiliki strategi untuk membuat Peraturan Bupati. Persentase pendapatan pajak daerah diproyeksikan untuk lahan pertanian, sehingga roda pertanian di Ngawi berjalan dengan baik,” tambahnya.
KPK mengapresiasi pengaturan syarat proyek strategis yang dinilai sudah cukup baik. Namun ditegaskan pula pentingnya harmonisasi antarlembaga agar tidak menimbulkan konflik kepentingan maupun potensi penyimpangan.
Pengawasan Pokir DPRD Jadi Perhatian
KPK juga menyoroti mekanisme pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Ngawi. Wahyudi mengingatkan perlunya verifikasi yang ketat sejak tahap pengusulan hingga pencairan, agar tidak bertentangan dengan program perangkat daerah dan terhindar dari risiko korupsi.
Tercatat, ada 326 usulan pokir dengan total nilai mencapai Rp34,6 miliar. Namun ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan program di lapangan dan data yang tercatat di Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).
“Verifikasi pokir, termasuk hibah dan bansos, harus ketat sejak awal agar tidak menimbulkan masalah hukum. Pemkab sebagai pelaksana wajib memastikan dokumen dan mekanisme sesuai aturan,” ujar Wahyudi.
Analis Pemberantasan TPK pada Satgas Korsup Wilayah III KPK, Sri Kuncoro, menambahkan bahwa pokir harus dirancang secara realistis dan selaras dengan visi-misi kepala daerah. “Hati-hati dalam merancang pokir. Jangan sampai niat baik justru jadi celah penyimpangan,” tandasnya.
KPK berharap penguatan tata kelola di Kabupaten Ngawi dapat menjadi contoh sinergi antara pemerintah daerah dan lembaga pengawasan dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih, efektif, dan berpihak pada rakyat.
Audiensi ini turut dihadiri oleh jajaran Direktorat Satgas Korsup Wilayah III KPK, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto, jajaran satuan kerja perangkat daerah, serta Ketua dan Anggota DPRD Ngawi.