Cegah Korupsi dari Hulu, KPK Minta Papua Perkuat Tata Kelola dan SDM Daerah
 
 Di balik potensi besar sumber daya alam yang dimilikinya, Provinsi Papua masih menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan berkelanjutan. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan pentingnya penguatan sistem pemerintahan yang efektif dan berintegritas sebagai fondasi utama pembangunan Provinsi Papua yang maju dan harmonis.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa pembangunan Papua harus berdiri di atas tata kelola yang bersih dari praktik korupsi.
“Semoga tanah Papua lebih diberkati. Langkah sunyi menutup celah korupsi harus menjadi prioritas, karena pencegahan sering terabaikan akibat publik fokus pada penindakan,” kata Setyo secara daring dalam Rapat Kerja Kepala Daerah se-Provinsi Papua di Jayapura, Kamis (30/10).
Menurut Setyo, pencegahan korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK dan pemerintah provinsi, melainkan seluruh perangkat daerah. Kolaborasi yang berkelanjutan antara eksekutif dan legislatif diperlukan agar sistem tata kelola daerah, mulai dari perencanaan hingga pengadaan barang dan jasa (PBJ), bebas dari celah korupsi.
Ia juga mengingatkan, maraknya kasus korupsi di tingkat lokal harus menjadi alarm bagi seluruh kepala daerah untuk memastikan pembangunan berjalan transparan, partisipatif, dan berkelanjutan.
“Kita perlu memastikan setiap kepala daerah memantau pengelolaan dan pengawasan anggaran secara rutin bersama SKPD, guna membangun pengawasan yang kuat,” ujarnya.
KPK mencatat sejumlah tantangan mendasar dalam tata kelola pemerintahan Papua. Berdasarkan hasil Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) 2024, skor Papua baru mencapai 38,35 poin, sedangkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 menunjukkan nilai 63,73, yang masih tergolong rentan.
Temuan ini menunjukkan perlunya perbaikan menyeluruh, terutama pada aspek SDM, PBJ, serta pengelolaan anggaran yang rawan disalahgunakan. KPK juga menyoroti lemahnya fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) akibat kesenjangan kompetensi teknis, padahal APIP merupakan garda terdepan pencegahan sejak tahap perencanaan.
Dari sisi keuangan daerah, data Kementerian Keuangan per Oktober 2025 mencatat APBD Papua mencapai Rp11,3 triliun, dengan belanja sebesar Rp12,9 triliun. Namun, realisasi belanja sosial baru sekitar Rp57,4 miliar atau 57 persen dari pagu Rp100,3 miliar, yang menandakan masih ada ruang optimalisasi agar bantuan sosial lebih tepat sasaran.
Momentum rapat kerja ini juga menjadi dorongan untuk memperkuat digitalisasi layanan publik dan transparansi birokrasi, sejalan dengan program Pemprov Papua yang membuka akses internet di lebih dari 250 titik. Langkah ini diharapkan mampu memangkas potensi penyimpangan sekaligus memperluas partisipasi publik dalam pengawasan.
Menanggapi hal ini, Gubernur Papua, Matius D. Fakhiri, menyatakan komitmennya memperkuat sistem pengawasan internal dan meningkatkan kapasitas SDM daerah.
“Pemprov akan memperkuat fungsi pengawasan internal, meningkatkan kapasitas SDM, serta mendorong digitalisasi layanan publik guna menutup celah korupsi di berbagai sektor,” ungkapnya.
Matius menambahkan, hasil penilaian MCSP dan SPI menjadi bahan evaluasi penting bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki tidak hanya aspek administratif, tetapi juga perilaku dan budaya kerja aparatur.
Ia menilai, pembangunan Papua tidak boleh hanya diukur dari kemajuan infrastruktur, tetapi juga dari kemajuan moral dan tata kelola pemerintahan yang bersih.
KPK berharap kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Papua terus diperkuat agar nilai-nilai integritas tumbuh menjadi budaya kerja birokrasi dan masyarakat. Dengan demikian, transformasi Papua baru akan benar-benar terwujud bila disertai reformasi tata kelola dan komitmen antikorupsi yang nyata.

 
 