Agar Kepercayaan Publik Terjaga, KPK Ajak Profesi Penilai Tegakkan Etika dan Integritas

Profesi penilai memiliki peran vital dalam mendukung tata kelola yang bersih dan berkeadilan. Penilai kerap berhadapan dengan penentuan nilai aset, baik properti maupun bisnis, yang memerlukan analisis beragam faktor seperti luas lahan, kualitas, hingga usia bangunan di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Karena itu, objektivitas dan independensi menjadi pondasi utama profesi penilai sekaligus benteng dari potensi praktik korupsi. Menyadari peran strategis ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat (Ditpermas) menekankan pentingnya integritas sebagai kompas utama profesi penilai.
“Integritas bukan hanya prinsip etika, tetapi juga modal utama agar profesi penilai tetap dipercaya publik. KPK memandang penilai sebagai mitra penting dalam menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel,” ungkap Plh. Ditpermas KPK, Friesmount Wongso, dalam Seminar Nasional yang berlangsung daring bersama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), Rabu (27/8).
Profesionalisme dan Tantangan Integritas
Dalam seminar ini, KPK menyoroti tiga langkah penting bagi para penilai untuk menjaga objektivitas sekaligus mendukung upaya pemberantasan korupsi:
- Menjaga profesionalisme dan kejujuran dalam setiap proses penilaian;
- Meningkatkan kapasitas dan kompetensi penilai;
- Memperkuat kolaborasi aktif antara profesi penilai, regulator, dan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola berintegritas.
“Jika seluruh langkah ini dijalankan dengan baik, profesi penilai bukan hanya bekerja secara profesional, tetapi juga menjadi mitra penting bangsa dalam menjaga tata kelola yang bersih,” kata Friesmount.
Ia juga mengungkap empat tantangan nyata yang kerap menguji integritas penilai: tekanan dari pihak tertentu, lingkungan kerja, minimnya perlindungan bagi pengadu, keterbatasan pemahaman regulasi dan etika, serta tekanan sosial dan budaya lokal. “Semua ini menguji integritas kita, dan pencegahan korupsi harus menemukan ruang perlawanan,” ujarnya.
Ruang Dialog dan Kesadaran Kolektif
Seminar ini juga membuka ruang dialog antara KPK dan para penilai untuk memperkuat kesadaran kolektif bahwa pencegahan korupsi bukan semata tugas penegak hukum, tetapi tanggung jawab bersama.
Friesmount menegaskan fokus KPK pada pendekatan trisula pemberantasan korupsi: pendidikan, pencegahan, dan penindakan secara simultan.
“Pendekatan melalui trisula pemberantasan korupsi, mulai dari pendidikan, pencegahan, hingga penindakan kami lakukan secara simultan dan menyeluruh. Sehingga dapat membentuk kesadaran maupun memberi efek jera hingga tidak ingin melakukan praktik koruptif,” tambahnya.
Kolaborasi dan Etika sebagai Penjaga Profesi
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional MAPPI, Budi Prasodjo, menegaskan integritas sebagai kunci utama lima prinsip dasar etika profesi.
“Kejujuran dan keterusterangan merupakan akar dari integritas, baik secara pribadi maupun institusi. Dalam situasi ketika praktik KKN masih kerap terjadi, bahkan seolah mendapat permisivisme dari masyarakat setiap kali muncul berita penangkapan, profesi penilai dituntut mampu menahan godaan dan teguh pada nilai integritas,” ungkap Budi.
Ketua I DPN MAPPI, Dewi Smaragdina, juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan KPK dalam memperkuat nilai integritas. “Sikap permisif terhadap praktik kecil harus diwaspadai, karena dari situlah potensi penyimpangan dapat bermula,” tandas Dewi.
Lebih dari 300 peserta profesional penilai dan masyarakat umum mengikuti seminar ini. KPK berharap kemitraan dengan MAPPI dapat memperkuat peran profesi penilai sebagai mitra strategis bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang bersih, transparan, dan berintegritas.