KPK: Pengesahan RUU Perampasan Aset, Percepat Pemulihan Kerugian Keuangan Negara
Korupsi membawa kerugian besar terhadap keuangan negara, sekaligus merampas hak publik. Oleh karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera disahkan. Aturan ini diyakini mampu mempercepat pemulihan kerugian negara dan merampas aset kejahatan, tanpa perlu menunggu putusan pidana inkrah.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dalam acara Progressive Talks 2025 bertajuk “Due Process of Law dan Effective Asset Management untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam RUU Perampasan Aset.” Kegiatan ini diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP), Jumat (21/11), sebagai forum strategis antara penegak hukum dan akademisi.
Sebagai kejahatan luar biasa, menurut Fitroh korupsi juga memerlukan pendekatan luar biasa, termasuk pada mekanisme pemulihan aset. “Kalau bangsa kita sepakat korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka pemulihan kerugian negara juga harus dilakukan dengan cara luar biasa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fitroh mengungkap meskipun perampasan aset sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Tipikor, RUU Perampasan Aset memberi ruang pemulihan yang lebih cepat dan berdampak, melalui perampasan aset pelaku tanpa menunggu putusan pidana inkrah, sehingga aset hasil korupsi tidak dialihkan atau dihilangkan.
“Muaranya adalah pemulihan kerugian keuangan negara. Aset tersebut nantinya akan dilelang, dihibah, atau penetapan status penggunaan (PSP),” tambah Fitroh.
Fitroh juga menekankan, upaya ini merupakan bagian dari amanat internasional dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Konvensi tersebut, menegaskan pemulihan aset merupakan komponen fundamental dalam pemberantasan korupsi. “Ini bukan soal mengabaikan hak asasi, tapi memastikan uang rakyat kembali,” tegasnya.
Fitroh pun mengatakan, pentingnya dukungan akademisi dan mahasiswa dalam mendorong percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, perguruan tinggi menjadi ruang penting dalam memperkuat pemahaman publik mengenai urgensi perampasan aset.
Sementara, Direktur E Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Robert M Tacoy, bersepakat bahwa tujuan akhir setiap penegakan hukum haruslah keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
“Tujuan akhir penegakan hukum adalah keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia,” ungkap Robert.
KPK mengingatkan, keberhasilan pengesahan RUU sangat bergantung pada dukungan publik dan pemahaman yang kuat, di mana perguruan tinggi berperan sangat penting. Sejalan, Dosen Hukum Pidana UNDIP, Gaza Caruman, menilai diskursus ini mampu menjadi bekal mahasiswa dalam menyuarakan pemikiran terhadap urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset.
Dengan demikian, KPK berharap, dukungan akademisi dan mahasiswa mampu memperkuat pemahaman publik dan mendorong DPR, untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset demi keadilan restoratif bagi keuangan negara.