KPK dan Kementerian PU Siapkan Verifikator Antikorupsi, Dorong Dunia Usaha Lebih Taat dan Berintegritas

Dalam upaya memperkuat budaya antikorupsi di sektor konstruksi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menggelar pelatihan khusus bagi calon verifikator Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) untuk Dunia Usaha. Kegiatan ini menjadi langkah konkret untuk membangun tata kelola dunia usaha yang bersih, adil, dan transparan.
“Tidak hanya membentuk kapasitas individu berintegritas, pelatihan ini menjadi wujud komitmen Kementerian PU untuk membangun budaya antikorupsi pada lembaga non-struktural di bawahnya,” ujar Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK, Yonathan Demme Tangdilintin saat membuka kegiatan pelatihan yang berlangsung pada 8–10 Juli 2025 di Gedung ACLC KPK, Jakarta.
Pelatihan ini ditujukan kepada jajaran Direktorat Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Kementerian PU. Para peserta disiapkan untuk menjadi ujung tombak dalam memperkuat pengawasan internal yang berbasis integritas di lingkup kerja mereka masing-masing.
Bangun Sistem, Cegah Risiko Korupsi
Menurut Yonathan, praktik kecurangan masih sering ditemukan di lingkungan kementerian/lembaga dan dunia usaha, mencerminkan perlunya sistem pencegahan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Ia menekankan, pencegahan korupsi tak cukup hanya pada individu, tapi juga membutuhkan ekosistem yang mendukung mulai dari level pimpinan hingga pelaksana.
“Kesalahan korporasi bisa muncul ketika perusahaan tidak serius menjalankan upaya pencegahan, termasuk memastikan kepatuhan hukum. Ini bisa jadi pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Dalam konteks sektor konstruksi, penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan SNI ISO 37001:2016 telah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK), sebagaimana diatur dalam Permen PUPR Nomor 8 Tahun 2022.
Untuk mendukung hal ini, KPK menyediakan Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) sebagai referensi praktis bagi dunia usaha—mulai dari memahami mekanisme pelaporan indikasi korupsi, mengakses proses sertifikasi secara transparan, hingga membangun sistem kepatuhan antikorupsi secara menyeluruh.
Penerapan PANCEK tidak hanya sebagai formalitas, tetapi juga sebagai instrumen nyata dalam pencegahan penyuapan dan penguatan tata kelola perusahaan. Upaya ini juga menjadi bagian dari langkah strategis Indonesia dalam aksesi keanggotaan OECD, yang menekankan pentingnya tata kelola bisnis yang bersih dan kredibel.
Calon Verifikator Jadi Agen Perubahan
Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian PUPR, Taufik Widjoyono, menyambut baik pelatihan ini sebagai bagian dari komitmen kementeriannya untuk membina dunia usaha yang etis dan bebas korupsi.
“Bagi Kementerian PU serta jajaran lembaga non-struktural, pelatihan pembentukan verifikator PANCEK bukan sekadar memandu pedoman teknis. Lebih dari itu, sebagai wujud nyata komitmen bersama untuk mendorong dunia usaha yang beretika, taat hukum, dan bebas dari praktik korupsi,” tutur Taufik.
Setelah pelatihan, para calon verifikator diharapkan dapat melakukan verifikasi sistem antikorupsi di badan usaha secara objektif dan profesional. Mereka akan dibekali akses dan kemampuan mengoperasikan sistem yang dikembangkan oleh KPK.
Keterlibatan Dunia Usaha Kunci Iklim Usaha yang Sehat
Menutup rangkaian pelatihan, Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK, Aminudin, menegaskan bahwa dunia usaha tidak bisa hanya menjadi objek dari regulasi, tetapi juga harus menjadi subjek yang aktif membangun integritas internal.
“Korporasi bukan hanya objek dari regulasi antikorupsi, tetapi harus menjadi subjek yang berinisiatif membangun tata kelola perusahaan yang transparan dan akuntabel,” jelas Aminudin.
Ia menambahkan bahwa para verifikator diharapkan tidak hanya memahami teknis pelaporan, tetapi juga memiliki pengetahuan mendalam tentang delik korupsi, manajemen risiko, pengendalian gratifikasi, hingga konflik kepentingan—yang kerap menjadi akar persoalan korupsi di korporasi.
Menurutnya, PANCEK dapat menjadi instrumen penting dalam mendorong perusahaan mengadopsi sistem antikorupsi yang lebih efektif. Selain memperkuat transparansi, panduan ini juga membuka jalan bagi terciptanya iklim usaha yang lebih sehat, adil, dan berdaya saing.