Tegaskan Korupsi Bukan Budaya, KPK Ajak Anak Muda Jadi Agen Perubahan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan korupsi bukanlah budaya, melainkan perilaku menyimpang yang harus diberantas. Menurutnya, melabeli korupsi sebagai budaya justru merugikan generasi muda karena seolah-olah mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang korup.
“Saya sedikit keberatan kalau korupsi disebut sebagai budaya. Kasihan para milenial dan generasi Z, seolah mereka berada di lingkungan budaya yang melakukan korupsi,” ujar Setyo dalam forum diskusi Indonesia Summit 2025 di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (28/8).
Lebih lanjut, kata Setyo, korupsi sejatinya merupakan perilaku segelintir orang yang menyalahgunakan jabatan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Ia meyakini masih banyak masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi integritas, meski seringkali justru dipinggirkan karena dianggap tidak bisa beradaptasi dengan praktik korup.
“Padahal orang-orang berintegritas inilah yang seharusnya menjadi agen perubahan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya." katanya.
Dengan semangat menyongsong Indonesia Emas 2045, Setyo optimistis generasi muda mampu tampil sebagai penggerak perubahan. Dengan demikian, Ia mengajak anak muda agar tidak takut dan terus bersemangat menyingkirkan perilaku korupsi, demi masa depan yang lebih baik.
"Ini sisa 20 tahun lagi. Saya yakin kalau anak-anak ini punya semangat dan keyakinan, tidak perlu menunggu 2045, mungkin 2040 bisa dengan keyakinan, ketegasan, sesuatu yang merupakan sebuah transformasi atau perubahan," ujar Setyo.
Generasi Muda Sebagai Agen Perubahan
Pada kesempatan yang sama, jurnalis sekaligus pendiri Narasi, Najwa Shihab, juga mendorong anak muda untuk berperan aktif memperkuat integritas bangsa. Menurutnya, ada empat langkah sederhana yang dapat dilakukan.
Pertama, peduli dan kritis terhadap hukum, sebab hukum menyentuh setiap aspek kehidupan. Kedua, memanfaatkan media sosial sebagai alat kontrol dengan mendokumentasikan dan menyebarkan informasi terkait ketidakadilan agar memberi tekanan positif kepada pejabat publik.
"Tidak perlu jadi ahli hukum, tapi kesadaran penuh bahwa hukum itu berpengaruh dengan setiap sendi kehidupan kita," ujar Najwa.
Ketiga, aktif bergabung dalam komunitas sebagai wadah edukasi dan partisipasi. Keempat, membangun integritas diri sejak dini dengan tidak menormalisasi praktik ketidakwajaran, sekecil apa pun bentuknya.
“Mengukur integritas bukan hanya bagi pejabat publik, tapi juga diri kita sendiri. Apakah kita ikut menormalisasi berbagai ketidakwajaran," kata Najwa.
Lebih lanjut, Najwa mencontohkan partisipasi dalam praktik pungli, suap, atau penggunaan teknologi seperti ChatGPT untuk kecurangan. Najwa menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa membangun budaya integritas sejak dini sangat penting, terutama bagi anak muda yang memiliki idealisme tinggi.
Kilas Lainnya
