Sinergi KPK–UPH: Dorong Akselerasi Regulasi Perampasan Aset Demi Pulihkan Kerugian Negara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai instrumen strategis pemberantasan korupsi. Hal ini disampaikan Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam Seminar Nasional Doktoral Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) bertema “Dampak Sanksi Perampasan Aset Koruptor Terhadap Penguatan Kinerja KPK” di Tangerang, Kamis (28/8).
Seminar yang dihadiri ratusan mahasiswa ini juga menjadi bagian dari rangkaian menyambut Dies Natalis ke-30 Fakultas Hukum UPH tahun 2026. Setyo menekankan bahwa perampasan aset merupakan langkah kunci guna memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
“Korupsi sebagai extraordinary crime telah menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah. Perampasan aset harus dilihat sebagai instrumen penting untuk memulihkan keuangan negara,” ujar Setyo.
Berdasarkan catatan, kerugian negara akibat korupsi selama 2019–2023 mencapai Rp336,53 triliun. Selain itu, pada 2023 BPKP mencatat potensi kerugian sebesar Rp141,33 triliun akibat anggaran lima program prioritas yang tidak efektif dan efisien dengan total Rp261,96 triliun.
Menurut Setyo, kondisi itu menunjukkan antisipasi kerugian negara belum optimal. Sejumlah faktor, mulai dari aspek internal dan eksternal menjadi hambatan serius. Ia menekankan pemberantasan korupsi butuh reformasi nyata, bukan sekadar retorika sehingga dibutuhkan langkah revolusioner dalam penanganannya.
Urgensi Regulasi Perampasan Aset
Setyo menjelaskan, sejak 2012 KPK telah terlibat penyusunan naskah akademik RUU Perampasan Aset, namun pada tahap lanjutan tahun 2015 dan 2022, tidak lagi dilibatkan. Ia menekankan pentingnya penyempurnaan regulasi, antara lain melalui:
- Reposisi konsep non-conviction-based confiscation (NCBC) sebagai mekanisme hybrid dalam hukum acara pidana dan perdata maupun penghapusan frasa civil forfeiture.
- Reformasi kewenangan litigasi perampasan aset oleh seluruh aparat penegak hukum (APH).
- Sistem pengelolaan aset rampasan yang jelas dan tidak terpusat hanya pada sebagian APH.
“Produk hukum ini harus menjadi alat keadilan, menghentikan keuntungan bagi koruptor, sekaligus mengembalikan hak rakyat,” jelas Setyo.
Selain itu, ia juga menyoroti pasal-pasal yang berpotensi melemahkan kewenangan KPK. Menurutnya, KPK harus tetap diposisikan sebagai independent anti-corruption agency sesuai mandat United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Menanggapi itu, Guru Besar Hukum Pidana FH UPH Jamin Ginting, menambahkan perspektif akademis mengenai penerapan konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam pengembalian aset hasil korupsi. Padahal mekanisme DPA dapat menjadi strategi alternatif guna memaksimalkan pemulihan kerugian negara, termasuk di sektor badan usaha.
“Esensi aturan yang ada bukan hanya untuk menghukum pelaku, tapi mengembalikan aset ke negara. Di banyak negara, DPA terbukti mampu mempercepat pengembalian kerugian sekaligus meningkatkan kepatuhan,” jelas Ginting.
Sinergi KPK dan Akademisi
Dalam seminar tersebut, Rektor UPH Jonathan L. Parapak mengapresiasi kehadiran KPK dan menegaskan perguruan tinggi siap menjadi mitra strategis dalam pendidikan hukum antikorupsi maupun praktiknya di lingkungan kampus.
“Para mahasiswa, khususnya calon doktor bidang hukum dapat berdampak dalam mendorong sistem hukum yang lebih kuat. Tentunya ini menjadi tantangan luar biasa, tapi kita harus percaya mampu mengurangi korupsi di Indonesia,” tegas Jonathan.
KPK berharap kegiatan ini mampu melahirkan gagasan segar yang dapat memperkuat regulasi perampasan aset dan membangun fondasi hukum. Selain itu guna menggalang dukungan seluruh elemen masyarakat terhadap upaya penegakan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Melalui seminar ini, KPK menegaskan kembali pendidikan khususnya hukum dan sinergi kelembagaan dengan berbagai pihak merupakan pilar penting dalam pencegahan korupsi. KPK juga meyakini bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, melainkan komitmen seluruh elemen bangsa.
Kilas Lainnya
