Praktik Baik Penugasan Pj Kepala Daerah dari KPK: Menginspirasi dengan Nilai Antikorupsi

Bukan hanya bicara penindakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut ambil bagian langsung dalam roda pemerintahan daerah. Dimulai di tahun 2024, KPK mendapatkan kepercayaan untuk menempatkan sejumlah insan terbaiknya sebagai Penjabat (Pj) kepala daerah di berbagai wilayah Indonesia.
Langkah ini bukan sekadar mandat administratif, tetapi wujud nyata komitmen pemerintah untuk menghadirkan kepemimpinan yang bersih, berintegritas, dan membawa semangat antikorupsi hingga ke level paling dekat dengan masyarakat. Penugasan ini pun selaras dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menegaskan peran lembaga dalam memperkuat efektivitas pemberantasan korupsi secara holistik.
"KPK tidak hanya berkontribusi langsung dalam pemberantasan korupsi. Sebagai bagian dari kehidupan berbangsa, KPK juga berupaya mendorong perbaikan tata kelola, pembangunan ekonomi daerah, dan menjadi teladan kepemimpinan yang berintegritas di daerah," ujar Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H. Harefa dalam Diskusi Media bertajuk "Praktik Baik Penugasan Kepala Daerah dari KPK: Tantangan dan Akselerasi", di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (4/6).
Cahya menambahkan, keterlibatan langsung ini juga membuka ruang bagi KPK untuk merasakan tantangan riil di lapangan, memperkuat sinergi dengan pemda dan DPRD, serta memastikan masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Menjawab Tantangan dengan Integritas
Sejumlah pejabat KPK yang ditugaskan sebagai Pj kepala daerah membawa pendekatan yang berbeda sesuai karakteristik wilayahnya. Mereka antara lain:
- Yonathan Demme Tangdilintin, Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi, sebagai Pj Bupati Mimika (Papua Tengah)
- Edi Suryanto, Direktur Korsup Wilayah IV, sebagai Pj Wali Kota Pontianak (Kalimantan Barat)
- Budi Waluya, Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, sebagai Pj Bupati Ciamis (Jawa Barat)
- Isnaini, Kepala Biro Keuangan, sebagai Pj Bupati Bangka (Bangka Belitung)
- Herda Helmijaya, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, sebagai Pj Bupati Nagekeo (NTT) dan Pj Bupati Kudus (Jawa Tengah)
Masing-masing menghadapi konteks dan tantangan tersendiri, yang mereka jawab dengan prinsip integritas dan fokus pada pelayanan publik.
Di Mimika, Papua Tengah, Yonathan Demme memulai penugasannya dengan konsolidasi internal dan koordinasi bersama Forkopimda. “Kami memastikan keamanan, memulai setiap pertemuan dengan doa, dan mendorong pelayanan publik yang berorientasi pada kesejahteraan. Dengan APBD sebesar Rp6 triliun, penting bagi kami untuk menjaga akuntabilitas anggaran,” ujarnya. Yonathan juga menekankan pengendalian inflasi serta penguatan pendidikan antikorupsi sebagai budaya birokrasi.
Sementara di Nagekeo, Herda Helmijaya menyoroti minimnya akses ke pusat. Ia membangun komunikasi lintas kementerian dan menyusun indikator wilayah sebagai dasar kebijakan yang sesuai karakter daerah. “Leadership di daerah menjadi kunci,” tegasnya.
Di Bangka, Isnaini menghadapi situasi tak terduga: pilkada dimenangkan oleh kotak kosong, sementara anggaran pilkada ulang belum disiapkan. “Saya harus berpikir bagaimana dalam waktu yang singkat kebutuhan pendanaan pilkada itu dapat dipenuhi. Jadi saya bilang, yang pertama kali dipotong adalah anggaran bupati sendiri," jelasnya.
Tantangan lain muncul di Ciamis, tempat Budi Waluya menyoroti praktik rawan korupsi di tingkat desa. “Banyak kasus pengadaan barang dan jasa, bahkan pencopotan kepala desa karena dugaan penggelapan. Ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan literasi antikorupsi di level desa,” kata Budi.
Berbeda dari yang lain, Edi Suryanto di Pontianak justru merasakan penugasan yang lebih stabil. Minim krisis berarti, Edi fokus memperkuat konsistensi nilai-nilai antikorupsi dalam keseharian birokrasi. “Saya manfaatkan setiap apel untuk menyisipkan pesan-pesan antikorupsi dan mendorong pelayanan publik yang terbuka,” katanya. Salah satu kebijakan efisien yang diambilnya bahkan berhasil menghemat Rp48 miliar dari anggaran tahun berjalan.
Kepemimpinan yang Berdampak
Penugasan ini bukan hanya soal pelaksanaan tugas administratif. Lebih dari itu, kehadiran para Pj dari KPK menjadi simbol bahwa nilai-nilai integritas bisa dihidupi secara nyata dalam kepemimpinan pemerintahan. Mereka menunjukkan bahwa perubahan bukan sesuatu yang utopis—asal dijalankan dengan keberanian dan konsistensi.
"Kehadiran Pj dari KPK memberi inspirasi dan pemahaman langsung kepada ASN dan DPRD bahwa pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi itu bukan sekadar wacana, tapi bisa diwujudkan dengan kepemimpinan yang berani dan konsisten," tutup Cahya.
Melalui keterlibatan ini, KPK tidak hanya memperluas cakupan peran, tetapi juga mendorong efek multiplikasi: memperbaiki tata kelola, memperkuat birokrasi daerah, dan membangun kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan pemerintahan yang berpihak pada rakyat dan bebas dari korupsi.
Kilas Lainnya
