KPK
  • Tentang KPK
    • Sekilas KPK
    • Manajemen KPK
    • Roadmap KPK
    • Struktur Organisasi
    • Undang Undang Terkait
    • Profil Dewan Pengawas
    • Profil Pimpinan
    • Rencana Strategis KPK
    • Kode Etik
  • Ruang Informasi
    • Berita
    • Daftar Pencarian Orang
    • Sidang Tipikor
    • Pengumuman
  • Kegiatan
    • Informasi Kegiatan
    • Survei KPK
  • Publikasi Data
    • Penanganan Perkara
    • Kajian
    • Integrito
    • Statistik
    • Laporan
  • Layanan
    • Pengaduan Masyarakat
    • LHKPN
    • Informasi Publik
    • Gratifikasi
  • Bagikan
URL Berhasil disalin
  • ruang informasi
  • berita
  • gandeng unodc KPK bangun kesadaran kolektif untuk cegah dan kelola konflik kepentingan di sektor publik

Gandeng UNODC, KPK Bangun Kesadaran Kolektif untuk Cegah dan Kelola Konflik Kepentingan di Sektor Publik

Berita KPK 03 Jun 2025 3 min

Konflik kepentingan seringkali luput dari perhatian, padahal bisa menjadi celah pertama terjadinya korupsi. Tidak selalu terang, namun dampaknya nyata. Seperti bayangan yang mengikuti langkah, konflik kepentingan (conflict of interest/COI) menyelinap di berbagai pengambilan keputusan dan kebijakan publik. Jika tidak disadari dan dikelola dengan benar, COI bisa menumbuhkan penyimpangan, menurunkan integritas birokrasi, hingga menimbulkan tindak pidana korupsi.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ibnu Basuki Widodo, mengingatkan bahwa COI bukan semata isu etika. Lebih dari itu, ia adalah gerbang awal penyalahgunaan kekuasaan. “Konflik kepentingan adalah akar korupsi dan banyak penyimpangan dalam administrasi publik. Pengendalian konflik kepentingan menjadi isu strategis yang mendesak. Bahkan, praktik seperti ‘bisik-bisik’ saat proses mutasi jabatan pun bisa tergolong sebagai COI,” ujar Ibnu, saat membuka Lokakarya Pencegahan Konflik Kepentingan di Sektor Publik Tahun 2025, Selasa (3/6), di Jakarta.

Ibnu menyoroti masih lemahnya kesadaran akan potensi konflik kepentingan di lingkungan birokrasi. Menurutnya, masih banyak aparat sipil negara (ASN) dan pejabat publik yang tidak menyadari bahwa mereka tengah berada dalam situasi COI. “Konsep ini belum diinternalisasi sepenuhnya. Padahal, laporan Transparency International tahun 2020 menyebut, 60% kasus korupsi berakar dari konflik kepentingan,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri PANRB Rini Widyantini menekankan bahwa integritas tidak cukup diajarkan lewat aturan, tapi harus hidup dalam keseharian birokrasi. “Konflik kepentingan itu seperti bayangan—tidak selalu jelas tapi nyata. Etika birokrasi harus hidup, tidak cukup hanya ditulis di atas kertas. Ini bagian dari mandat reformasi birokrasi,” ujarnya.

Deputi Bidang Reformasi Birokrasi KemenPAN-RB, Erwan Agus Purwanto, mengakui bahwa kualitas implementasi pengelolaan konflik kepentingan masih menjadi PR besar. “Hasil SPI KPK tahun 2023 menunjukkan 52% responden menyatakan konflik kepentingan masih sering terjadi di kementerian, lembaga, maupun pemda. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dan pengelolaan konflik kepentingan belum berjalan optimal,” ujar Erwan.

Pengelolaan COI: Antara Kepatuhan dan Kesadaran

Menguatkan pernyataan tersebut, Direktur Monitoring KPK, Aida Ratna Zulaiha, menyampaikan bahwa pengelolaan COI membutuhkan pendekatan ganda: kepatuhan terhadap aturan (compliance-based) dan penguatan kesadaran etika (value-based). “Jika dibiarkan, konflik kepentingan akan menimbulkan pelanggaran etika sehingga berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Aida menyebut bahwa selama ini sebagian besar instansi hanya menekankan aspek kepatuhan, namun mengabaikan pembentukan nilai. Padahal, kombinasi dua pendekatan ini krusial agar pengambilan keputusan tidak dicemari kepentingan pribadi atau kelompok.

Tantangan Implementasi dan Dorongan Regulasi

Pengelolaan konflik kepentingan, meski sudah masuk dalam agenda reformasi birokrasi, masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya ialah lemahnya implementasi regulasi yang telah ada.
“Sejak berdiri, KPK telah menyadari konflik kepentingan merupakan bibit dari tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK terus melakukan berbagai inisiatif mulai dari konferensi internasional, kajian, hingga mendorong perbaikan regulasi,” ungkap Aida.

Saat ini, Indonesia memiliki regulasi yang lebih komprehensif untuk mengelola COI, yaitu Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 yang menggantikan PermenPANRB Nomor 37 Tahun 2012. Aturan ini tidak hanya mempertegas tata kelola, namun juga menyesuaikan dengan standar global seperti Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Sebagai tindak lanjut, KPK menyusun tujuh langkah strategis dalam mendorong implementasi PermenPAN-RB tersebut. Mulai dari penyusunan petunjuk teknis, penegakan sanksi, pemetaan konflik kepentingan pribadi, hingga penguatan kapasitas APIP yang independen sebagai pengelola COI di lembaga masing-masing.

Kolaborasi Lintas Negara dan Lembaga

Lokakarya dua hari ini diselenggarakan secara hybrid oleh Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi (ACLC) dan Direktorat Monitoring KPK, bekerja sama dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) serta Stranas PK. Sebanyak 73 inspektur jenderal kementerian/lembaga turut serta secara daring, bersama pemangku kepentingan seperti Kementerian PANRB, Transparency International Indonesia, Indonesia Corruption Watch, dan Indonesia Global Compact Network.

Kerja sama dengan UNODC dan Pemerintah Norwegia menjadi bagian penting dalam mengarusutamakan isu ini. Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Rut Krüger Giverin, menekankan bahwa pengawasan ketat dan budaya integritas adalah pilar penting tata kelola yang bersih. “Di Norwegia, jurnalisme investigatif dan pengunduran diri karena konflik kepentingan adalah hal yang lumrah ketika integritas dipertaruhkan. Bahkan teman dekat bisa menjadi sumber konflik,” ungkapnya.

Senada, Head of Office UNODC Indonesia, Erick van der Veen, mengingatkan bahwa tidak semua konflik kepentingan bersifat ilegal, tapi tetap berdampak besar. “Bahkan dalam niat baik, seorang pegawai publik tetap bisa terjerumus ke dalam konflik kepentingan. Karena itu, kesadaran dan sistem pengendalian harus berjalan bersama,” ujar Erick.

Dari Lokakarya Menuju Norma Kerja

Dalam mendukung implementasi PermenPAN-RB 17/2024, KPK juga mendorong pengelolaan konflik kepentingan yang dinamis, terintegrasi dengan sistem informasi, serta mengatur apparent conflict of interest untuk melindungi pengambil kebijakan dari potensi tudingan tak berdasar.

KPK berharap pencegahan konflik kepentingan tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi menjadi norma kerja yang melekat dalam birokrasi Indonesia. “Harapan utamanya adalah agar seluruh keputusan publik lahir demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok,” tutup Ibnu Basuki Widodo.

Melalui penguatan regulasi, kolaborasi internasional, dan kesadaran etik, KPK dan para mitra berupaya menutup celah korupsi sejak dini—dari titik paling awal, dari bayangan yang samar namun nyata: konflik kepentingan.

Tagging

Kilas Lainnya

KPK Kawal Penyaluran Dana Hibah DKI Jakarta ke Pemerintah Pusat
05 Jun 2025 1 min
Semangat Kolaborasi dari PT Pegadaian: 39 Pegawai Ikuti Asesmen Penyuluh Antikorupsi
05 Jun 2025 1 min
Webinar Pariwara Antikorupsi 2025: KPK Dorong Pemda dan BUMD Kreatif Gaungkan Pesan Integritas
04 Jun 2025 2 min
Gedung KPK

Jl. Kuningan Persada No.Kav. 4, RT.1/RW.6, Guntur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12950

Bantuan Pengadaan Hubungi Kami FAQ Kamus Istilah
Informasi Kebijakan Privasi Syarat & ketentuan
021-2557-8300
198 (Call Center)
021 25578333 (Fax)
informasi@kpk.go.id
Hak Cipta © 2021. Semua Hak Dilindungi.