Cerita Integritas (Cergas) dari UIN Sunan Ampel: Bangkit Melawan Korupsi Melalui Pendidikan
-dari-UIN-Sunan-Ampel--Bangkit-Melawan-Korupsi-Melalui-Pendidikan.png.png.png-image_large.jpg)
Ruang belajar bukan sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga wahana untuk mentransfer perilaku dan nilai moral. Tak heran jika pendidikan sering disebut sebagai pintu masuk dalam membentuk generasi bangsa yang berkualitas dan berintegritas.
Namun, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa masih banyak tantangan serius dalam dunia pendidikan. Menyontek masih terjadi di 78% sekolah dan 98% kampus, yang berarti praktik ini terjadi di mayoritas lembaga pendidikan. Selain itu, 43% responden menyatakan praktik plagiarisme masih ditemukan di kampus, dan 6% menyebut bahwa plagiarisme juga rentan terjadi di ruang sekolah.
Dari sisi kedisiplinan, 45% siswa dan 84% mahasiswa mengaku pernah datang terlambat ke sekolah atau kampus. Bahkan, 69% siswa menyebut masih ada guru yang datang terlambat, dan 96% mahasiswa mengatakan hal serupa terjadi pada dosen. Tak hanya itu, 96% kampus dan 64% sekolah dilaporkan masih memiliki dosen dan guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Temuan-temuan ini menjadi tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Diperlukan upaya kolektif dari semua pihak, terutama institusi pendidikan, untuk memperbaiki kondisi ini.
Praktik Baik dari UIN Sunan Ampel
Menanggapi hal tersebut, KPK melalui Anti-Corruption Learning Center (ACLC) menggali praktik baik penanaman integritas di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Dalam diskusi daring “Cerita Integritas (Cergas)” yang disiarkan melalui Instagram ACLC pada Kamis (15/5), Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhmad Muzakki, memaparkan pandangannya soal integritas dan praktik “clean and clear” yang diterapkan di kampusnya. Ia juga menekankan pentingnya dimensi spiritual dalam menjaga integritas.
“Kata kunci untuk menjamin integritas itu adalah dengan menginternalisasikannya dalam institusi dan gerakannya sporadis. Ini bukan bicara halal atau haram, tapi menjaga kebaikan. Saat kita dihadapkan pada faktor risiko, ada dilema, itu tandanya kita harus berhati-hati,” ucap Muzakki.
Ia mencontohkan, sebagai rektor yang juga menjadi pejabat pengguna anggaran, ia pernah menghadapi dilema etika. Istrinya yang memiliki usaha katering secara legal memenuhi syarat mengikuti proses pengadaan. Namun, secara etika, menurutnya, tetap ada risiko.
“Di sini istri saya clear. Namun dia tidak clean karena dia bisa saja dimenangkan petugas pengadaan yang mengetahui perusahaan ini punya istri rektor. Ini faktor risiko dan bagi saya ini dilema. Ada perasaan tidak tenang dan ini tidak baik,” jelas alumni Pelatihan Refleksi dan Aktualisasi Integritas yang dilaksanakan oleh KPK, atau Duta PRESTASI.
Muzakki menegaskan bahwa menjaga integritas mudah dilakukan ketika tidak ada godaan. Namun, saat berhadapan dengan uang, pengaruh, atau kekuasaan, integritas mulai diuji. Maka dari itu, penting untuk membangun sistem yang baik dan memposisikan diri dengan benar sejak awal. Ukurannya sederhana: rasa tidak tenang bisa menjadi alarm akan hadirnya risiko.
Warisan Keteladanan dari Guru dan Dosen
Sebagai bentuk nyata menjaga integritas, kampus UIN Sunan Ampel juga meningkatkan kompetensi dosen dan pengelola program studi melalui pelatihan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan agar dosen dapat mengimbangi kemampuan mahasiswa yang kian akrab dengan teknologi, serta memperkuat sistem uji kemiripan untuk mencegah plagiarisme.
“Kami juga punya tim integritas akademik. Jika ada pelanggaran, ada hukuman. Pada dasarnya universitas adalah academic honesty. Saat kejujuran hilang, runtuh pula posisi dan peran akademisi. Saya juga mengajar mahasiswa S1 dan selalu mengajak sahabat-sahabat mahasiswa berlaku jujur,” tegasnya.
Selain soal kejujuran, Muzakki juga menekankan pentingnya kedisiplinan waktu yang dimulai dari dosen. Di era keterbukaan informasi, ilmu bisa diperoleh dari mana saja, bahkan digantikan AI. Namun, menurutnya, peran dosen dan guru sebagai pendidik tidak tergantikan.
“Di era ini, ada hal yang tidak boleh hilang, yaitu pendidikan dan pewarisan nilai disiplin serta nilai-nilai luhur lainnya. Guru dan dosen sebagai sumber teladan harus jadi contoh utama. Ilmu dapat digantikan oleh AI, sementara pendidikan lewat keteladanan hanya bisa diperoleh dari guru dan dosen. Guru dan dosen adalah orang yang penting dalam transfer nilai dan adab yang akan diwariskan pada generasi atau peserta didik,” pungkasnya.
Diskusi yang berlangsung hampir satu jam itu ditutup dengan pernyataan penegasan dari Muzakki bahwa integritas bukan semata pemahaman, melainkan kesadaran praktis. Ia pun mengajak semua pihak untuk aktif menyuarakan dan menyebarkan kebaikan.
“Ruang publik kita jadi bopeng bukan karena makin canggihnya orang jahat, tapi karena diamnya orang baik. Mari menjadi bagian dari kemuliaan, speak up, karena kebaikan tidak bisa dilakukan sendiri. Dunia tidak akan membaik dengan sendirinya, butuh kolaborasi dan kebersamaan kita semua untuk bersuara dan berbuat,” tutupnya.