Jakarta, 11 Mei 2020. KPK terus memaksimalkan penegakan hukum dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT. Garuda Indonesia. Setelah melalui proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat telah memvonis bersalah dua terdakwa dalam perkara ini.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, sebagai penegak hukum yang menangani perkara luar biasa, KPK selalu mengharapkan bantuan dari lembaga lintas negara. Apalagi pelaku tindak pidana korupsi saat ini strateginya semakin berkembang tak hanya dilakukan di dalam negeri, tetapi lintas negara.

“Saat ini para pelaku melakukan transaksinya sudah tidak terbatas dalam wilayah Indonesia dan dengan cara yang sangat cangih, serta melibatkan banyak yurisdiksi, sehingga kerja sama KPK dengan negara lain sangat penting agar pemberantasan korupsi semakin efektif,” kata Firli.

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar divonis 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan selama 3 bulan. Selain pidana penjara, hakim memvonis Emirsyah membayar uang pengganti sebesar SGD2.117.315,27 subsider dua tahun kurungan penjara.

Dalam perkara ini, Emirsyah Satar terbukti menerima uang suap sebesar Rp46 miliar dari pendiri PT Mukti Rekso Abadi Soetikno Soedarjo, terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Emirsyah juga disebut pernah mendapat fasilitas dari Soetikno berupa penginapan di Bali senilai Rp69.794.797 serta penyewaan jet pribadi senilai USD4.200.

Emirsyah Satar bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Agus Wahjudo di nyatakan terbukti menerima suap dan fasilitas dari Soetikno Soedarjo atas bantuan yang berikan agar PT Garuda Indonesia memilih produk yang ditawarkan oleh perusahaan Rolls Royce, Airbus, Bombardier dan ATR dalam kegiatan pengadaan pesawat, mesin pesawat, dan perawatan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Uang suap dan fasilitas yang diterima oleh  Emirsyah Satar, Hadinoto Soedigno dan Agus Wahjudo berasal dari komisi yang didapat oleh  Soetikno Soedarjo dari perusahaan Rolls Royce, Airbus, Bombardier dan ATR.

Terdakwa lain dalam perkara ini, adalah Soetikno Soedarjo, Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo divonis 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan selama 3 bulan dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT. Garuda Indonesia. Jaksa Penuntut Umum dari KPK mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat untuk Soetikno Soedarjo pada 15 Mei 2020 lalu.

Suap yang dilakukan oleh Soetikno Soedarjo kepada Emirsyah Satar dan tersangka lainnya, HS (Direktur Teknik PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012) adalah untuk kepentingan perusahaan Airbus S.A.S, Rolls-Royce P.L.C, Avions de Transport Regional dan Bombardier. Keterlibatan perusahaan-perusahaan asing tersebut mengharuskan KPK melakukan upaya penyidikan lintas negara.

Emirsyah Satar didakwa menerima suap yang totalnya sekitar Rp 46 miliar dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc. Hadinoto diduga menerima suap senilai USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu. Hal ini juga terkonfirmasi dalam penyidikan yang dilakukan otoritas Inggris yang berujung pada pengakuan Rolls-Royce P.L.C maupun Airbus SE, bahwa kedua perusahaan tersebut telah memberikan suap kepada para tersangka dengan tujuan meloloskan kontrak di PT Garuda Indonesia(Persero) Tbk.

Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi kerjasama efektif dari beberapa lembaga yang membantu KPK dalam penanganan perkara ini. Lembaga-lembaga tersebut adalah The Serious Fraud Office (SFO) Inggris, The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura, UK’s Home Office selaku Otoritas Pusat Inggris, Attorney-General's Chambers selaku Otoritas Pusat Singapura, dan Kementerian Hukum dan HAM selaku Otoritas Pusat Indonesia.

Para mitra KPK tersebut, telah membantu penanganan perkara melalui mekanisme bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance) dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT. Garuda Indonesia.

Sebelumnya, ada kesepakatan Deferred Prosecution Agreement (DPA) yang merupakan hasil penyidikan yang dilakukan SFO terhadap dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus SE kepada pejabat-pejabat yang ada di 5 yurisdiksi:  Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada kurun waktu 2011-2015. Penyidikan yang dilakukan SFO di negaranya, sejalan dengan proses penanganan perkara Garuda yang dilakukan KPK.

 

 

Biro Hubungan Masyarakat

Komisi Pemberantasan Korupsi

Jl. Kuningan Persada Kav 4, Jakarta Selatan

Call Center KPK : 198

(021) 2557-8300

www.kpk.go.id