Proses perekaman sidang sepanjang tahun 2023 telah menggunakan banyak anggaran dan melibatkan berbagai orang dengan latar belakang yang berbeda. Ada sekitar 100 kasus korupsi dan lebih dari 1000 persidangan lainnya yang dicatat di bank data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut, KPK berupaya melakukan peningkatan pemanfaatan dan efektivitas rekam sidang, baik itu untuk sidang korupsi maupun jenis persidangan lainnya. Menurut Tanak, rekam sidang dapat membantu memperbaiki kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan di Indonesia.

“Meningkat dan efektifnya upaya perekaman sidang, penting untuk menunjukkan transparansi peradilan kita. Juga akuntabilitas di balik setiap keputusan sidang yang dihasilkan. Dalam prosesnya, KPK juga bekerjasama dengan akademisi dan mitra. Mahasiswa misalnya, mereka bisa mewakili masyarakat umum untuk melakukan pengawasan, lalu juga mereka mendapatkan pembelajaran dari setiap proses perekaman sidang, tentang dunia hukum kita,” ujarnya.

Upaya tersebut disampaikan Tanak pada workshop bertajuk "Meningkatkan Kemanfaatan serta Efektifitas Rekam Sidang Pidana Korupsi dan Evaluasi Rekam Sidang Tahun 2023 Pimpinan KPK" pada Rabu (28/02), di Mandalika Room, Pullman Hotel Mandalika Lombok.

Dalam Workshop yang berlangsung selama tiga hari, Direktur Pembinaan Jaringan Kejra antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Kartika Hadiningrum menyebut, proses perekaman sidang telah dimulai sejak tahun 2004 dan melibatkan 33 universitas di Indonesia serta beberapa lembaga negara sebagai mitra KPK.

Salah satu peserta, Iqbal dari Universitas Pattimura, Maluku, mempertanyakan akses terbatas terhadap rekaman sidang. Tomika Patterson Resident Legal Advisor Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance and Training (OPDAT) sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut menyarankan, untuk memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat umum dengan cara memberikan akun khusus untuk mengakses rekaman sidang.

Dalam presentasinya, JPU KPK Amir Nurdianto menekankan pentingnya pemanfaatan rekaman sidang sebagai pendukung proses sidang dan untuk menghasilkan keputusan yang adil. Sementara itu, Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ida Ayu Mustikawati menyoroti legalitas perekaman sidang dan pentingnya perangkat baru serta pelatihan bagi petugas pengadilan.

Peserta lainnya juga menyoroti kebutuhan akan panduan standar untuk perekaman sidang agar hasilnya lebih optimal dan bermanfaat. Kartika Handaruningrum menekankan, meskipun belum ada software khusus untuk perekaman sidang yang dapat diakses oleh masyarakat umum, KPK terbuka untuk bekerja sama dengan institusi pendidikan dalam memanfaatkan rekaman sidang.

Menutup pernyataannya, Johanis menekankan kembali pentingnya rekam sidang sebagai sarana untuk pengawasan.

“KPK selalu berusaha memikirkan perkara-perkara khususnya Tipikor, bisa diawasi bersama, disaksikan langsung masyarakat umum melalui pelibatan akademisi, agar dikritisi. Sebagiannya melalui tersebar luaskannya hasil-hasil rekaman sidang. Sehingga keputusan berkeadilan bisa dicapai, dimana prosesnya sudah boleh diketahui secara terbuka,” kata Tanak.

Pada akhirnya, peserta sepakat bahwa KPK harus menjadi pemicu perubahan dalam proses perekaman sidang, dan jika ada kesalahan, harus dilaporkan ke Mahkamah Agung. Semua pihak, termasuk masyarakat umum, dapat bekerja sama untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil di Indonesia