Rasa takut tak akan memperpanjang umur. Keberanian pun tak akan memperpendek umur seseorang, karena sesungguhnya takdir, termasuk umur, sejatinya adalah rahasia Tuhan. Penggalan kutipan ini terlontar dari mulut Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tepat setahun lalu mengalami penyerangan dengan air keras tak jauh dari kediamannya.

Setelah 12 bulan berlalu, Novel masih terus berharap kejadian yang menimpanya akan menemui titik terang melalui proses penyelidikan yang masih terus berjalan. Teror yang dialami semestinya tak menyurutkan langkah, karena bagi siapa pun, kebenaran harus terus disuarakan dan tak dapat dibungkam.

Pesan ini pula yang tergambar jelas dalam “Menolak Diam!”, sebuah film yang kemarin diputarkan dan ditonton bersama di Gedung KPK (11/4). Berdurasi 41 menit, film pendek karya kolaborasi TII (Transparency International Indonesia) dan Night Bus Pictures ini terinspirasi dari sebuah kejadian di tahun 2008 yang dialami Dermawan Bakrie, seorang pelajar SMA negeri di Solo.

Dalam film ini, diceritakan bagaimana seorang siswa kelas XII bernama Alif, yang menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan keuangan sekolahnya. Bersama beberapa sahabatnya, Alif mencoba membongkar dugaan penyimpangan itu, dan harus berhadapan dengan serangkaian intimidasi di tengah persiapan mereka menghadapi Ujian Nasional.

Dalam diskusi usai pemutaran film, Emil Herradi, sutradara film Menolak Diam! yang telah diputarkan di 14 kota ini mengungkapkan, kisah ini dipilih karena di dalamnya ada nilai perjuangan dan perlawanan terhadap korupsi. Walaupun diangkat dari kisah nyata, ada beberapa scene yang disesuaikan untuk “kepentingan layar”. “Kita godok lagi ceritanya, ada beberapa yang kita ubah,” tutur Emil.

Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, film ini bisa menjadi medium pendidikan yang pas untuk anak muda. “Film lebih efektif daripada menyampaikan pesan lewat spanduk atau ditulis di dalam buku”, ujar Dadang. Pesan film ini pun dinilai Dadang sangat positif, yaitu anak muda dan siapa pun harus bersuara lantang jika melihat indikasi korupsi.

Pada kesempatan yang sama, Novel Baswedan mengatakan bahwa film ini memang harus dilihat oleh KPK dan institusi pengakan hukum lainnya. Seperti Alif, ancaman sering kali tertuju kepada siapa pun termasuk penegak hukum. Peristiwa yang dialaminya setahun lalu berpotensi dialami siapa pun, dan dapat menjadi problem yang terus membesar jika terus dibiarkan. “Masalah akan timbul jika penegak hukum tidak konsisten, atau bahkan kompromi dengan koruptor atau mafia,” ujar Novel.

KPK bersama Novel dan film Menolak Diam! sesungguhnya mengusung harapan yang sama. Optimisme dalam perlawanan terhadap korupsi harus tetap menyala, dan perjuangan itu akan terasa hasilnya jika dilakukan bersama-sama. “Mari kita tunjukkan ke Indonesia kalau kita harus tetap semangat dalam memberantas korupsi. Karena takut tidak akan memperpanjang umur kita, dan berani tidak akan memperpendek umur kita,” ulang Novel.

(Humas)