Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain perlu segera merumuskan tata cara penanganan kasus pemerasan. Dalam penanganan kasus tersebut, perlindungan terhadap pelapor harus dijamin dan aparat penegak hukum memiliki persepsi yang sama dalam penanganan kasus pemerasan, agar tidak terhindar dari tuduhan penjebakan.

Demikian salah satu kesimpulan diskusi panel bertajuk “Implementasi Perlindungan Hukum pada Pelapor” yang diadakan oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK, pada Selasa (12/11) di Jakarta. Diskusi ini menghadirkan narasumber Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Susilaningtias, mantan hakim dan juga pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan dan dosen Fakuktas Hukum Universitas Indonesia Gandjar L. Bonaprapta.

Dalam pembukaan diskusi ini, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan saat ini penting untuk menciptakan iklim agar orang berani melaporkan dan menjadi whistle bower, terutama untuk kasus pemerasan. Menurut dia, kasus pemerasan juga sedikit yang bisa ditidaklanjuti oleh KPK. Selain minim bukti, banyak kasus pemerasan yang dilaporkan bukan menjadi kewenangan KPK.

Dalam diskusi itu, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menceritakan beberapa pengalamannya saat LPSK mendampingi pelapor kasus pemerasan, yang akhirnya dilaporkan karena tuduhan pencemaran nama baik.
“Kasus pemerasan ini memang perlu pemahaman yang sama dari aparat penegak hukum mengenai penanganannya, sehingga kami juga bisa memberikan perlindungan maksimal untuk pelapor,” jelasnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana yang juga mantan hakim Asep Iwan Iriawan mengatakan, sepanjang pengalamannya menjadi hakim, pasal pemerasan merupakan salah satu pasal yang sulit dibuktikan. Seringkali pelapor kasus pemerasan diintimidasi dan malah dilaporkan sebagai pelaku. Asfinawati dari YLBHI mengamini hal ini. Dia mencontohkan kasus Endin Wahyudin yang melaporkan beberapa hakim yang akhirnya dipidana balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Sementara Gandjar Laksmana menyoroti masih seringnya aparat penegak hukum membebani pelapor dengan banyak hal, termasuk pemenuhan barang bukti. Dia melanjutkan, justru tugas penegak hukum itulah untuk menemukan barang buktinya.

“Pelapor itu butuh kumpulkan keberanian sebelum datang ke aparat penegak hukum. Jangan lagi dia dibebani dengan keharusan membawa barang bukti.”

Dari hasil diskusi ini, menurut Deputi Pengaduan Masyarakat dan Pengawasan Internal KPK Hery Muryanto, akan ditindaklanjuti dengan kordinasi antar aparat penegak hukum dan juga kementerian terkait mengenai masalah perlindungan pelapor kasus pemerasan. Menurutnya, perlu merancang perlindungan hukum yang efektif untuk kasus pemerasan ini.

Peserta diskusi berasal dari aparat penegak hukum KPK, kejaksaan, institusi hukum lain, inspektorat jenderal dari beberapa kementerian. Mereka berbagi pengalaman mengenai penanganan pelapor di internal kementerian dan perlindungan yang diberikan kepada pelapor.

(Humas)