Corruption Perception Index (CPI) yang diselenggarakan oleh Transparency International menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan skor yang rendah. Dengan rentang skor 1 hingga 10, dimana skor 1 menunjukkan negara dengan korupsi yang sangat tinggi dan skor 10 menunjukkan negara yang bersih dari korupsi, Indonesia berada pada skor 3 di tahun 2011.

Walaupun terdapat peningkatan skor sejak KPK berdiri pada tahun 2004, namun peningkatan tersebut belum dikatakan progresif. Survei internasional 2011 yang dilakukan oleh Neukom Family Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation dan Lexis Nexis, menyebutkan bahwa Indonesia berperingkat rendah dalam hal ketiadaan pemberantasan korupsi dan akses pada keadilan sipil. Di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-47 dari 66 negara sebagai negara terkorup. Sementara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat 12 dari 13 negara.

Data tersebut menunjukkan bahwa upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara-cara yang luar biasa. Pemberantasan korupsi lebih efektif dilakukan dengan gerakan sosial sebagai suatu bentuk perubahan sosial budaya. Gerakan sosial adalah perilaku dari sebagian anggota masyarakat untuk mengoreksi kondisi yang banyak menimbulkan problem atau tidak menentu, untuk menghadirkan suatu kehidupan yang lebih baik. Tujuan akhir dari gerakan sosial menurut Direnzo adalah tidak hanya terbatas pada perubahan sikap dan perilaku indovidu melainkan sebuah perubahan tatanan sosial baru yang lebih baik.

Gerakan sosial pemberantasan korupsi menjadikan masyarakat sebagai sasaran utama sekaligus  sebagai  pelaku  atau  penggeraknya.  Entitas  masyarakat  yang  memiliki  peran signifikan  dalam  membangun  budaya  adalah  keluarga. Keluarga merupakan tujuan terhadap harapan, tuntutan dan keinginan dari sistem sosial yang lebih besar. Keluarga juga merupakan pendukung kekuatan potensial bagi suatu generasi sebagai gambaran alternatif di masa yang akan datang. Jadi, keluarga merupakan entitas yang sangat penting untuk membangun budaya anti korupsi di Indonesia.

Selanjutnya, untuk dapat mengoptimalkan peran serta keluarga terhadap agenda pencegahan korupsi, diperlukan adanya informasi yang dapat memetakan bagaimana kondisi keluarga dan persepsinya terhadap korupsi. Informasi ini akan menjadi referensi dalam penyusunan konsep intervensi Program Pembangunan Budaya Anti Korupsi Berbasis Keluarga. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, KPK memandang perlu untuk melakukan Baseline Study Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga. Pada tahun 2012 ini, KPK melakukan baseline study tahap  I  menggunakan  metodologi  kualitatif  dengan  judul  'Peran  Keluarga  Dalam Pembangunan Budaya Anti Korupsi (Studi Kasus: Kota Yogyakarta dan Kota Solo)'.

Tujuan secara umum dari Baseline Study Program Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga adalah:

  • Mengidentifikasi Key Audience Groups,
  • Mengetahui persepsi anggota keluarga terkait korupsi dan terkait KPK.
  • Mengidentifikasi  efektivitas  dan  efisiensi  pola  interaksi  dan  komunikasi  di  dalam keluarga,
  • Mengidentifikasi dan mendeskripsikan metode komunikasi yang tepat untuk membangun budaya anti korupsi melalui keluarga,
  • Mendapatkan  persepsi  dan  masukan  yang  obyektif  dari  pakar  terkait  membangun budaya anti korupsi yang efektif di dalam keluarga.
  • Menentukan bagaimana kontribusi yang dapat dilakukan stakeholder/komunitas masyarakat terhadap KPK untuk sama-sama berkontribusi terhadap pembangunan budaya anti korupsi berbasis keluarga.
  • Mendapatkan informasi dan menganalisis program intervensi yang relevan dilakukan oleh KPK.

[file_download url="images/tema/litbang/pengkajian/pdf/Baseline-studi-tahap-1-pencegahan-korupsi-berbasis-keluarga-2012.pdf" show_title="no" margin="10px" show_count="no" show_like_count="no" resumable="no" button_text="DOWNLOAD" button_color="#ffffff"] 

Top