Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan kedaulatan rakyat yang demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Melalui Pilkada langsung, masyarakat dapat menilai langsung kualitas calon kepala daerah meliputi kompetensi, integritas, dan kapabilitasnya. Proses pencalonan dan pemilihan menentukan kualitas dan integritas Kepala Daerah terpilih.

Fakta menunjukkan bahwa pelanggaran pada Pilkada serentak tahun 2015 terjadi sejak sebelum pencalonan (pemutakhiran data), pencalonan, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, hingga rekapitulasi.1 Permasalahan yang ditemui hampir pada setiap tahapan adalah masalah money politik. Laporan Bawaslu menunjukkan, money politik terjadi pada : 1) Proses pencalonan, terdapat proses penyerahan uang saat menjelang pendaftaran calon dan pemberian uang mahar; 2) Saat kampanye, terjadi politik uang di 21 kabupaten pada 10 provinsi; 3) Saat masa tenang, sebanyak 311 kasus money politik di 25 Kab/kota pada 16 Provinsi, 4) Saat pemilihan, terjadi 90 kasus money politik di 22 Kabupaten pada 12 provinsi

Politik uang yang masih ditemukan dalam Pilkada diduga menjadi salahsatu penyebab biaya Pilkada yang harus dikeluarkan oleh calon Kepala Daerah menjadi sangat besar. Hasil kajian Litbang Kemendagri menunjukkan bahwa untuk menjadi Walikota/Bupati dibutuhkan biaya mencapai 20-30 Milyar, sementara untuk menjadi Gubernur berkisar 20-100 Milyar. Hal yang sama diungkapkan oleh Dadang S Mochtar (mantan Bupati Karawang), bahwa untuk menjadi Bupati di Pulau Jawa biaya politik yang harus dikeluarkan mencapai Rp. 100 Milyar. Bahkan biaya untuk menjadi Kepala Daerah lebih besar apabila dibandingkan dengan biaya menjadi anggota dewan yang hanya mencapai Rp. 300 juta – 6 Milyar.

Besaran biaya yang dibutuhkan tidak seimbang dengan kemampuan yang dimiliki oleh para calon Kepala Daerah. Berdasarkan laporan LHKPN, rata-rata total harta kekayaan calon Kepala Daerah hanya mencapai Rp. 6,7 Milyar. Bahkan terdapat 3 orang memiliki harta Rp.0, - dan 18 orang lainnya memiliki harta negatif.

Berdasarkan berbagai permasalahan diatas, maka KPK melakukan studi untuk membuktikan secara ilmiah dan memberikan rekomendasi perbaikan. Untuk menjawab permasalahan maka Litbang KPK melakukan pendekatan melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apakah ada kesenjangan antara harta yang dimiliki dan biaya pilkada yang dikeluarkan?

  • Berapakah besaran dana yang telah dikeluarkan dari mulai pencalonan diri hingga keputusan KPU tentang penetapan pemenang ?
  • Apakah ada hubungan antara kekayaan pasangan calon terhadap kemenangan Pilkada?

b. Apakah terdapat potensi benturan kepentingan dalam pengumpulan dana yang akan berdampak pada saat Cakada menjadi kepala daerah?

  • Dari mana sajakah sumber pendanaan yang diperoleh oleh para calon kepala daerah?
  • Apakah konsekuensi/ timbal balik yang diharapkan oleh para pemberi sumbangan/donatur?

c. Apakah Pilkada memiliki korelasi terhadap terhadap besaran dana APBD dan tingkat partisipasi calon?

  • Apakah adanya Calon Petahana memiliki korelasi terhadap besaran dana APBD?
  • Apakah potensi kekayaan yang dimiliki oleh suatu daerah berpengaruh terhadap tingkat partisipasi para pasangan calon mengikuti Pilkada.
Tujuan Studi

Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi potensi benturan kepentingan cakada terkait sumbangan pilkada. Studi mengenai pendanaan pilkada penting dilakukan untuk menentukan strategi pencegahan korupsi yang akan dilakukan oleh KPK terutama terhadap Kepala Daerah terpilih, agar tidak terjerumus pada benturan kepentingan yang mengakibatkan korupsi. Hasil studi diharapkan dapat memberikan perbaikan terhadap peraturan pendanaan pilkada, pengawasan serta mekanisme pendanaan Pilkada yang terlepas dari benturan kepentingan.

Secara khusus, studi ini memiliki tujuan :

  • Mendeskripsikan Profil Pasangan Calon Kepala Daerah dalam rangka mengetahui potensi/kemampuan pendanaan masing- masing calon. - Mengetahui hubungan besaran biaya yang dikeluarkan para pasangan calon dibandingkan dengan karakteristik calon Kepala Daerah (kekayaan Cakada dan Cawakada)
  • Mengidentifikasi potensi benturan kepentingan antara donatur dana Pilkada dengan Cakada terpilih
  • Mengetahui pengaruh adanya Pilkada terhadap Penggunaan Dana APBD tahun sebelum Pilkada (2014) dan Tahun Pilkada (2015)
  • Mengetahui pengaruh adanya kandidat petahana terhadap Penggunaan Dana APBD tahun sebelum Pilkada (2014) dan Tahun Pilkada (2015)
  • Mengetahui hubungan kekayaan para pasangan calon terhadap kemenangan Pilkada.

Unggah LAPORAN STUDI POTENSI BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENDANAAN PILKADA

 

 

Top