Di sinilah yang luar biasa muncul. Anak gembala mengaku tak bisa berbohong, karena kebohongan pasti diketahui Sang Khaliq yang Maha Melihat. Dia bahkan balik mengingat­kan Khalifah Umar, bahwa anjuran berbo­hong tadi bisa menjerumuskannya ke dalam neraka. " Fa ainallah (di manakah Allah)? Fa ainallah (di manakah Allah)? " ujar anak gembala.

Khalifah Umar pun menitikkan air mata. Dia memeluk gembala itu.

Kisah tentang anak gembala tersebut memberi gambaran, betapa pengujian kejujuran sudah berlangsung sejak berabad­-abad silam. Bahkan dalam sejarah kera­jaan Nusantara, raja seberang pernah meletakkan pundi­-pundi uang emas di jalanan kerajaan Kalingga. Begitu pula da­lam perkembangan peradaban India Kuno dan Mesir Kuno. Dalam kisah Mahabharata, misalnya, Resi Drona pun digambarkan pernah menguji kepedulian murid-muridnya dengan berpura-­pura digigit buaya raksasa. Sedang­kan pada mitologi Mesir Kuno, masyarakat juga sudah menempatkan Dewi Ma'at sebagai dewi kejujuran.

Maka, ketika saat ini eksperimen sosial kembali marak, sudah selayaknya dukungan diberikan. Apalagi selain menguji kejujuran, eksperiman sosial bisa juga untuk menggugah kepedulian dan menanamkan kejujuran. Bu­kankah itu hakikat yang dilakukan Khalifah Umar kepada anak gembala?

Unduh Majalah Integrito Edisi 5 2016