Jayapura, 22 Juli 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong optimalisasi pendapatan daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan menjajaki beberapa kerja sama. Penjajakan kerja sama ini dilakukan bukan sekadar untuk meningkatkan pendapatan daerah. Tapi membuat semua prosesnya akuntabel sehingga mencegah terjadinya kebocoran dan menutup celah terjadinya korupsi.

“Ini penting, karena segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan dan transparansinya tidak bisa dikerjakan oleh Pemerintah Daerah saja, harus melibatkan semua pihak,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, saat menghadiri Penandatanganan Kesepakatan Bersama di Hotel Swiss Bell Jayapura, Kamis, 25 Juli 2019.

Pertama, untuk menerapkan Sistem Pemantauan Penerimaan Pajak Daerah berbasis teknologi informasi, pemerintah daerah bekerja sama dengan Bank Papua. Salah satunya adalah dengan penggunaan Tapping Device Machine (alat perekam) untuk jenis Wajib Pungut Pajak hotel, restoran, dan hiburan guna menghindari terjadinya pelaporan pajak yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya.

Selanjutnya adalah kerja sama dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Papua untuk integrasi data terkait dengan Zona Nilai Tanah. Integrasi ini bisa digunakan untuk melakukan optimalisasi layanan penerimaan daerah dari sisi pajak daerah.

KPK juga mendorong percepatan sertifikasi tanah-tanah pemda, pendaftaran tanah sistematis lengkap, serta tindak lanjut Perda Khusus terkait tanah ulayat/adat melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU), dan perjanjian kerja sama (PKS).

Caranya adalah dengan menertibkan aset Pemda melalui kerja sama antara pemda dengan Kejati dan Kejari di Papua di bidang perdata dan tata usaha negara, melalui penerbitan surat kuasa khusus (SKK) menggunakan jalur litigasi maupun non litigasi. 

Percepatan sertifikasi tanah-tanah pemda Papua ini didorong oleh KPK agar bisa meningkatkan pendapatan daerah melalui aset-aset yang selama ini belum optimal. Aset tersebut seperti tanah belum bersertifikat sebanyak 216 persil dengan nilai sekitar Rp 578 Miliar; aset tanah/bangunan bermasalah di Jayapura, Merauke, Biak, dll setidaknya terdapat 10 unit dengan nilai sekitar Rp 111 miliar, di Jakarta sebanyak 6 unit dengan nilai buku sebesar Rp 108 miliar, hotel-hotel milik Pemprov Papua sesuai serah terima PT. Natour dengan nilai buku sebesar Rp 96,55 miliar

Selain itu, KPK akan mereviu kesepakatan antara Pemprov Papua dengan PT Freeport terkait dengan sengketa pembayaran pajak air permukaan.

Selain menyaksikan penandatanganan kerja sama antara pemerintah daerah dengan beberapa pihak, KPK menggelar rapat monitoring dan evaluasi berkala terkait dengan perkembangan implementasi rencana aksi Pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kegiatan akan berlangsung selama 2 pekan sejak Senin (22/7) hingga Jumat (2/8) di kedua provinsi termasuk beberapa kabupaten dan kota di bawahnya. KPK memfokuskan kegiatan untuk Koordinasi Supervisi Pencegahan.

Program tersebut mencakup optimalisasi pendapatan daerah di pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Provinsi Papua; penertiban aset; dan hal-hal lain yang mencakup penandatanganan nota kesepahaman (MoU); Kepatuhan LHKPN, dan tindak lanjut kesepakatan bersama tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) PNS.

Hal lain yang menjadi perhatian KPK untuk memperkuat sistem dan tata kelolaan pemerintahan yang bersih dan efektif di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah mendorong penandatanganan ota kesepahaman (MoU) antara Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, dan Kepala LIPI terkait kerja sama yang salah satu hasil pentingnya akan menghasilkan kajian dan naskah akademik untuk memperkuat revisi Undang-Undang Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat tanggal 25 Juli 2019 mendatang.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Febri Diansyah

Juru Bicara

Komisi Pemberantasan Korupsi

Jl. Kuningan Persada Kav 4, Jakarta Selatan

(021) 2557-8300

www.kpk.go.id

Top