Masih ingatkah kita dengan vonis penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Riau kepada bekas ajudan mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, Said Faisal, terkait kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) PON ke XVIII Riau?

Kala itu, Komisi Pemberantasan Korupsi melalui juru bicara, Johan Budi Sapto Prabowo, mengapresiasi putusan tersebut karena terkait dengan keterangan tidak benar alias keterangan palsu. Johan mengatakan putusan ini bisa menjadi peringatan bagi siapa saja untuk tidak lagi berbohong dalam memberikan keterangan didepan persidangan pengadilan yang telah melalui sumpah.

Pemalsuan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab IX KUHP dengan judul "Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu". Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (obyek) yang sesuatunya itu tampak dari luar seperti benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

Pada Pasal 242 ayat (1) mengatakan bahwa, “Barang siapa dalam keadaan di mana Undang-Undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Pengucapan sumpah itu sendiri, bagi seorang saksi di dalam sidang pengadilan merupakan syarat mutlak sebagaimana yang diatur dalam pasal 160 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu, “Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberi keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Dalam banyak persidangan, khususnya perkara tindak pidana korupsi, banyak saksi yang akhirnya tersangkut kasus hukum karena memberikan keterangan palsu. KPK tidak menganggap enteng adanya keterangan palsu yang diberikan oleh pihak yang dipanggil ke persidangan sebagai saksi. Untuk itulah ancaman pidananya pun tak main-main, sebut saja Muhtar Ependy, terdakwa kasus Akil Mohtar yang divonis pidana penjara lima tahun dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan, karena memberi keterangan palsu dalam persidangan.

Seorang saksi dapat terjerat kasus keterangan palsu pertama-tama atas kejelian dan ketegasan seorang hakim untuk memperingatkan saksi apabila dirasa keterangannya tidak mengandung kebenaran atau mengada-ada, akan ada sanksi pidana yang harus ditanggung.

Selanjutnya, apabila saksi tersebut tetap mempertahankan keterangan palsunya, maka hakim ketua secara ex officio (karena jabatannya), atau atas permintaan jaksa penuntut umum atau terdakwa (maupun penasihat hukumnya) dapat memberi perintah agar saksi tersebut ditahan, kemudian panitera pengadilan akan membuat berita acara pemeriksaan sidang yang ditandatangani oleh hakim ketua dan panitera, dan selanjutnya menyerahkannya kepada penuntut umum untuk dituntut dengan dakwaan sumpah palsu.

 

(HUMAS)

Top