Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengutarakan kegelisahannya, saat hadir di tengah acara Refleksi Gerakan AntiKorupsi Menjawab Tantangan 20 Tahun Reformasi yang diselenggarakan oleh Transparency International Indonesia (TII), Jumat (18/5). Kegelisahan tersebut diakuinya muncul karena  minimnya komitmen anti korupsi yang hanya dimiliki oleh segelintir orang, terutama para pejabat publik.

Menurut Syarif,  calon pemimpin dari tingkat pusat hingga daerah saat kampaye selalu menjadikan agenda antikorupsi jadi agenda nomor satu. Namun setelah terpilih, pejabat tersebut ingkar janji dan justru ikut serta dalam tindak pidana korupsi. “Itulah kadang-kadang aneh. Agenda anti korupsi jadi nomor satu (saat kampanye), tetapi kenyataannya seperti itu (tetap korupsi),” katanya. Saat dukungan dari pejabat dan lembaga negara minim, KPK, ucap Syarif, bersandar kepada publik, mulai dari NU, Muhammadiyah, hingga lembaga swadaya masyarakat yang anti korupsi. KPK mengharapkan suntikan moral rakyat yang lebih besar. “Pergi ke civil society, selalu diliputi oleh semua tekanan-tekanan seperti itu,” kata Syarif.

KPK juga  merasa para koruptor  seakan tak pernah berhenti meski KPK sudah banyak menjerat pejabat hingga pengusaha sebagai tersangka korupsi. “Padahal upaya KPK memberantas korupsi terus dilakukan tanpa henti. Tak jarang, penyidik atau para pegawai KPK diserang balik oleh pihak-pihak yang terusik,” tegas Syarif. Ia mengakui, upaya pemberantasan korupsi yang intens membuat KPK kelelahan.”Mengapa lelah? Lihat saja seakan-akan KPK itu sendiri saja enggak ada temannya,” ujarnya.

Meski lelah, bukan berarti KPK menyerah. Kini KPK justru berupaya menjerat korporasi yang terikat dengan tindak pidana pencucian uang hasil korupsi. Teranyar, KPK menetapkan PT Tradha sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini merupakan hasil pengembangan penyidikan dari kasus Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.

Dalam acara yang dihadiri oleh media, akademisi, masyarakan pegiat anti korupsi ini hadir pula  Duta Besar  Kerajaan Denmark Untuk Indonesia HE. Rasmus Abildgaarf Kristensen,  Ketua Pengurus Besar NU Bapak KH. M. Imam Aziz, Anggota Board TI Ibu Natalie Soebagyo, Usman Hamid dan Sekjen TII Bapak Dadang Trisasongko.

Rasmus menyatakan dukungan Denmark terkait program anti korupsi merupakan komitmen dari Denmark dalam menjalin kerjasama terutama terkait peningkatan nilai CPI pada setiap negara. “Pemerintah Denmark mencoba mengkampanyekan best practice yg dilaksanakan dalam membuat negara nya Cleaner than Most Countries di Indonesia melalui program peningkatan integritas lembaga penegak hukum, pelayanan publik, kebebasan informasi dan kemudahan dalam berusaha,” jelasnya.

Sementara itu Natalie Subagyo TII mengakui perjuangan anti korupsi di indonesia cukup terlambat dibanding perjuangan tentang   kesetaraan gender dan perjuangan HAM. “Namun  komitmen Indonesia cukup konsisten terkait pemberantasan korupsi dalam beberapa tahun terakhir,” akunya.

(Humas)

Top