Dalam catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keterlibatan pihak korporasi terlihat jelas dalam sejumlah kasus yang ditangani KPK selama ini. Demi kelancaran bisnis, tak jarang pengusaha memberikan suap kepada penyelenggara negara.

Peran korporasi dalam kasus korupsi ini menjadi bahasan utama dalam Pertemuan Tahunan Economic Crime Agencies Network (ECAN) dengan tema “Pemberantasan Korupsi di Sektor Korporasi”, yang berlangsung pada tanggal 20-22 Maret 2018 di Bali. Bertindak sebagai tuan rumah, Indonesia melalui KPK menyelenggarakan ajang pertemuan yang dihadiri sejumlah lembaga penegak hukum internasional.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebagai keynote speaker menyatakan pertemuan kali ini akan menitikberatkan masalah-masalah penyelidikan dan penuntutan korporasi. “Saat ini korupsi di Indonesia sudah semakin masif, 30 persen di antaranya melibatkan pihak korporasi. Para pengusaha cenderung menyuap penyelenggara negara untuk melancarkan bisnisnya,” paparnya.  

Ditambahkan Agus, terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 di Indonesia  mempermudah penegak hukum menjerat korporasi yang terlibat korupsi.  Menurut Agus, sejak ECAN dibentuk 2013 kerja sama menjadi lebih efektif melalui pertukaran data dan informasi antar anggota. “Saya harap dalam pertemuan ini kita dapat saling berbagi pengalaman dan best practices dalam menangani kasus korporasi,” tegas Agus.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif yang juga hadir dalam pertemuan ini menyatakan bahwa aparat penegak hukum di Indonesia yaitu KPK, Mahkamah Agung, Jaksa Agung, dan Polri telah berkolaborasi dalam penyusunan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana yang dilakukan korporasi. “Peraturan tersebut memberikan definisi yang jelas tentang ‘korporasi’, penetapan standar/ kondisi tindakan kriminal perilaku korporasi, pengaturan hubungan antara korporasi induk dan pemilik korporasi yang menguntungkan, panduan yang jelas bagi lembaga penegak hukum untuk menyelidiki dan menuntut korporasi, serta berbagai kemungkinan hukuman bagi korporasi,” papar Syarif.

Selama pertemuan, setiap delegasi yang berpartisipasi memiliki kesempatan untuk menyampaikan paparan tentang trend dan statistik, pengalaman, serta best practices sesuai tema. Para anggota mempresentasikan studi kasus yang pernah dihadapi, mengingat masing-masing lembaga anggota memiliki tantangan unik dalam memerangi kejahatan ekonomi di negara asal mereka, sebagai best practices bagi anggota lainnya. Agenda pertemuan juga melihat konfirmasi laporan tahunan yang merangkum upaya-upaya kerja sama, memberikan pembaruan pada kebijakan, berbagi peluang pengembangan profesional.

Pertemuan ECAN di tahun 2018 ini merupakan pertemuan ke-6 sejak ECAN didirikan. Tercatat 15 orang delegasi yang hadir berasal dari Serious Fraud Office (SFO) United Kingdom, Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) Malaysia, European Anti-Fraud Office (OLAF) European Commission, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapore, Federal Bureau of Investigation (FBI) USA, Serious Fraud Office (SFO) New Zealand, Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong dan Australian Federal Police (AFP) Australia.

ECAN berawal dari sebuah forum pertemuan informal di antara lembaga penegak hukum dari sejumlah negara yang sepakat untuk menjadikannya sebagai suatu mekanisme yang lebih formal yang kemudian dinamakan Economic Crimes Agency Network (ECAN). ECAN adalah jaringan resmi lembaga penegak hukum dari berbagai negara yang terlibat dalam menyelidiki dan memerangi kejahatan ekonomi.

Tujuan dari pertemuan tahunan ECAN adalah untuk bekerja sama pada tingkat operasional dalam mencegah, menyelidiki dan mengadili kejahatan ekonomi lintas yurisdiksi, dan saling berbagi informasi dan intelijen. Melalui kegiatan ini, para anggota ECAN dapat pula berbagi pengetahuan operasional dan praktik dalam kebijakan maupun penegakan hukum kejahatan ekonomi, mengidentifikasi dan mempromosikan langkah penegakan hukum kejahatan ekonomi yang efektif, memfasilitasi kesempatan pengembangan profesional untuk staf, berbagi kebijakan dan inisiatif legislatif yang akan memungkinkan anggota untuk memerangi kejahatan ekonomi secara internasional, mempromosikan dan mendorong partisipasi dan kerjasama yang lebih luas dengan organisasi penegakan kejahatan ekonomi lainnya.

(Humas)

Top