Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa pelanggaran kegiatan usaha bisa berpotensi diikuti oleh tindakan korupsi, khususnya pelanggaran yang terkait dengan lingkungan dan perpajakan. KPK juga mendorong pemberian sanksi yang tegas kepada pengusaha yang melanggar dan tak kooperatif.

 Demikian disampaikan Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria dalam rapat kolaborasi penanganan kasus SDA dan lingkungan hidup di Kota Sorong, Papua Barat di Swiss-Belhotel Sorong pada Senin (7/6).

“Tujuan utama pertemuan hari ini, yaitu melakukan verifikasi atas laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran oleh salah satu perusahaan tambang batu yaitu PT BJA. Potensi pelanggaran terkait tata ruang, lingkungan, kawasan hutan dan pajak. Aktivitas kegiatan ada di Kota Sorong tetapi NPWP berada di Jakarta,” ujar Dian.

Saat ini di Kota Sorong, sebut Dian, terdapat aktivitas tambang galian C yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang mengeruk material tanah di kawasan wisata Tanjung Kasuari dan diduga menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah tersebut.

“Hal ini ditengarai dengan adanya perubahan warna pada air laut dari warna hijau kebiru-biruan menjadi keruh kecoklatan,” katanya.

Tidak hanya itu, sambung Dian, kondisi pantai yang dulunya berpasir kini menjadi dipenuhi batu kerikil, ditambah lumpur menumpuk di dasar air laut.

Sementara itu, dalam dokumen RTRW Kota Sorong tahun 2014, lokasi kegiatan penambangan galian C di Tanjung Saoka merupakan Kawasan hutan produksi terbatas dan sempadan pantai. Selain itu, terdapat proyek pemecah ombak Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2019-2020 yang menurut laporan menggunakan pasir laut di lokasi.

Berangkat dari laporan ini, KPK berkolaborasi dengan setidaknya 10 instansi yaitu Kemenko Polhukam, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ATR/BPN, KPP Pratama Sorong, KSOP Sorong, Pemerintah Daerah, unsur penegak hukum di Kota Sorong, serta Yayasan Auriga Nusantara.

Pertemuan dilanjutkan dengan peresmian pos pantau pengangkutan hasil tambang galian C oleh Walikota Sorong dan kunjungan lapangan ke 5 perusahaan yang terdapat di lokasi wisata Tanjung Kasuari. Pos pantau tersebut diharapkan dapat menjadi referensi Pemda terkait akurasi jumlah rit dan volume galian yang dibawa dari lokasi tersebut.

Dalam kunjungan lapangan, KPK juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan antara lain menyiapkan kolam timbun, menutup bak truk, melunasi pajak galian C mengacu kepada Perda Kota Sorong nomor 1 tahun 2020, serta menyampaikan salinan surat jalan di pos pantau setiap saat truk melintas dan mencantumkan volume pada bukti pembayaran pajak self-assesment.

Sedangkan kepada Pemkot Sorong KPK meminta untuk memastikan Bapenda menjadi penagih pajak dan Dinas teknis mendukung data seperti volume tambang, serta memastikan pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang tidak kooperatif.

Terakhir, KPK menekankan pentingnya kolaborasi seluruh perangkat pemerintah untuk mencegah kebocoran dan menindak tegas pelanggaran pencemaran perairan akibat tambang galian C. Diharapkan juga terdapat sinergi dalam penanganan dampak aktivitas tambang.

“Data tersebut juga kemudian dapat menjadi acuan untuk penagihan pajak galian C. Bicara pelanggaran pajak daerah, tahun 2020 lalu masuk hanya sekitar Rp1,5 Miliar dan tahun ini belum ada masuk sama sekali pajak Kota Sorong, dan pajak mineral bukan logam. Padahal dari perhitungan kasar saja, tidak kurang potensi pajaknya Rp30 Miliar dalam setahun ke Pemda,” tutup Dian.

Top