Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menyelenggarakan sarasehan pustaka secara daring, pekan lalu (26/9), membahas mengenai bagaimana kaitan pelayanan publik dengan pemberantasan korupsi.

Diskusi ini berangkat dari Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan oleh KPK, memotret bahwa pelayanan publik menjadi salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi, oleh karena itu KPK menyadari bahwa diseminasi antikorupsi, khususnya dalam tema pelayanan publik harus terus digiatkan untuk menjangkau berbagai lini dan kalangan.

Diskusi yang juga sebagai pengantar untuk penyusunan Jurnal Integritas volume 06 ini menghadirkan Kepala Kanwil DJP Kalsel dan Kalteng Cucu Supriatna, Ketua Boar PKMK FK-KMK UGM Laksono Trisnantoro, Mitra Bestari Jurnal Integritas Suwarsono Muhammad, serta Dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Kalimantan Selatan Varinia Pura Damayanti.

Wakil Rektor 1 Bidang Akademik ULM, Aminuddin Patra, pada pembukaan membagi cerita soal apa yang sudah dikerjakan ULM dalam hal pelayanan publik. Dia menjelaskan,  reformasi sistem kerja dan pelayanan akademik melalui berbagai aplikasi, perbaikan SOP, lalu ada pembentukan unit pengendalian gratifikasi dan pengelolaan benturan kepentingan yang didukung dengan peraturan dan keputusan rektor ULM. “Dari sisi perencanaan, pengelolaan keuangan dan pengawasan SDM juga dilaksanakan evaluasi agar lebih transparan dan mudah dilakukan pengawasannya,” pungkasnya.

Mitra Bestari Jurnal Integritas yang juga mantan penasihat KPK Suwarsono melihat kualitas pelayanan publik dan korupsi menjadi bahaya laten bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Ia mengatakan, tidak peduli apakah ketika Indonesia masih berada pada masa pemerintahan otoriter yang panjang maupun ketika berada pada model demokrasi liberal, seakan-akan perubahan sistem politik tersebut tidak memiliki implikasi positif bagi peningkatan pelayanan publik.

“Pertanyaan adalah apa yang salah? Sejauh ini yang terlihat adalah kurangnya kehendak politik (political will) dari yang berada pada puncak kekuasaan. Di sisi lain, sinyalemen bahwa rakyat tidak cukup berpartisipasi alias terlihat longgar bahkan membiarkannya,” terangnya.

Menutup kegiatan tersebut, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah memberikan apresiasi bagi sejumlah narasumber yang telah berbagi pengalaman mengenai pelayanan publik yang dilakukan pada masing-masing institusi, namun Febri juga mengingatkan bahwa penting bagi sebuah institusi untuk tak lupa memiliki whistleblower system.

Menurut dia, masyarakat sulit mencari jalur keluhan ketika mereka tidak dilayani secara baik dalam pelayanan publik. “Penting membuat jalur pengaduan di internal ketika ada penyimpangan/korupsi internal terkait dengan struktur pelayanan publik di sebuah institusi tersebut,” ujarnya. 

Febri juga mengajak para akademisi, peneliti, masyarakat maupun pemerhati pemberantasan korupsi untuk berkontribusi mengirimkan karya ilmiah berupa ide, pemikiran, bahkan pengalaman seputar pelayanan publik dan pemberantasan korupsi ke KPK untuk dapat diterbitkan ke dalam Jurnal Integritas edisi kedua di tahun ini. Untuk informasi dan petunjuk lebih lanjut mengenai Jurnal Integritas dapat mengunjungi situs web jurnal.kpk.go.id.

Top