Seri Ketiga Diskusi online Aliansi Jurnalis Lawan Korupsi (AJLK) 2020 kali ini mengangkat tema “Bersuara Di Dunia Maya”. Tema ini diangkat berkaitan dengan tantangan yang dihadapi jurnalis ketika memublikasikan produk jurnalistiknya melalui media sosial.

Berbeda dengan media di mainstream dimana seorang jurnalis dilindungi UU pers ketika memublikasikan produk jurnalisnya, di media sosial, para jurnalis tidak memiliki payung hukum yang jelas sebagai perlindungan untuknya.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyebutkan bahwa ini seharusnya menjadi concern bersama untuk memperjuangkan perlindungan jurnalis ketika memublikasikan  hasil liputannya di media sosial. “Seharusnya, sepanjang itu adalah produk jurnalistik harus tetap dilindungi UU pers, jurnalis punya peran penting dalam berjalannya roda demokrasi,” ungkap Febri.

Dalam diskusi yang digelar para Kamis (14/8), hadir pula pembicara lain dengan latar belakang yang berbeda-beda yaitu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Seniman Melanie Subono, Jurnalis Dhandy Laksono dan illustrator Putri Karina Puar.

Lebih lanjut Febri menyampaikan bagaimana masyarakat bisa menyuarakan dan mempubikasikan isu antikorupsi melalui media sosial, menurutnya banyak saluran media sosial yang bisa dipergunakan. “Kita punya kesempatan besar untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi, media sosial memiliki banyak saluran yang bisa digunakan untuk menyuarakan perlawanan tersebut,” ungkapnya.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menggambarkan bagaimana terjadi pergeseran paradigma di media sosial. Menurut Emil, sapaan Ridwan Kamil, media sosial ini digunakan tidak hanya untuk kebutuhan personal, tetapi sudah menjadi instrumen utama komunikasi baik di pemerintahan, institusi hingga bisnis.

“Problem saat ini di media sosial bukan mencari informasi, tetapi memilah informasi,” ungkap Emil. Hal ini menurutnya karena begitu derasnya arus informasi yang beredar di media sosial.

Namun menurut Emil, media sosial menjadi kontrol sosial untuk pejabat publik dalam menjalankan tugasnya. “Jika pejabat publik tidak hati-hati dalam berperilaku, kemudian ada warga yang merekam dan menjadi viral, itu menjadi masalah besar bagi pejabat itu, makanya ini bagus menjadi kontrol sosial bagi pejabat publik,” tegas Emil.

Melihat derasnya informasi di media sosial termasuk banyak keluhan dari warga Jawa Barat yang masuk langsung ke akun media sosialnya, Emil berinovasi menciptakan institusi Jabar Quick Respon yang secara cepat bisa merespon keluhan warganya. “Kami berangkat dari kasus yang dilaporkan melalui media sosial kemudian ditindaklanjuti dengan aksi nyata,” jelas Emil.

Ridwan Kamil adalah salah satu pemimpin daerah yang concern memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mengakomodir kebutuhan warganya, termasuk mengontol kinerja pejabat publik di lingkungannya.

“Ini yang tidak disiapkan oleh negara, karena tidak ada peraturannya, semua tergantung pemimpinnya, jika interes, maka akan lahir program yang berbasis pemanfaatan teknologi dan media sosial,” ungkap Emil.