Dalam rangka memperkuat peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) Maluku dan Maluku Utara (Malut) atau BPD MalukuMalut, KPK lewat Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Pencegahan Wilayah I, meminta semua pemangku-kepentingan mendukung upaya penatausahaan yang sehat dan mendorong melakukan optimalisasi pendapatan dari BPD MalukuMalut.

Hal itu disampaikan Maruli Tua selaku Kasatgas Koordinasi Pencegahan KPK Wilayah I dalam  rapat koordinasi melalui telekonferensi (2/7). Hadir dalam rapat tersebut, Pemerintah Daerah se-Maluku Utara, Dewan Direksi BPD MalukuMalut dan Para Pejabat Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara.

Maruli menyampaikan imbauan agar meminta semua pemangku kepentingan mendukung upaya penatausahaan yang sehat dan mendorong melakukan optimalisasi pendapatan dari BPD MalukuMalut.

“Secara umum, KPK menemukan masih adanya dugaan beberapa jenis permintaan “layanan” dari para pemegang saham BPD, mayoritas permintaan layanan tersebut adalah dari pejabat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota,” kata Maruli.

Lebih lanjut Maruli mengatakan, permintaan layanan tersebut berupa, satu, permintaan honor rapat termasuk honor untuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan kegiatan BPD Lainnya yang melibatkan para pemegang saham, kedua; permintaan biaya kegiatan untuk membiayai musyawarah daerah dan kegiatan lainnya dari partai pendukung Kepala Daerah Petahanan, ketiga; permintaan biaya berobat untuk diri dan keluarga pejabat, keempat; permintaan THR, kelima; permintaan dukungan sponsorship, keenam; permintaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPS) palsu, dan ketujuh; permintaan dukungan dana dalam keikutsertaan pejabat atau petahanan Kepala Daerah di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Selain permintaan “layanan”, sambung Maruli, KPK juga mencatat lima potensi modus intervensi yang biasa dilakukan para pemegang saham dalam pengelolaan BPD, yaitu menempatkan calon Direktur lewat “kedok” Panitia Seleksi (pansel); memindahkan dana, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), atau Dana Bagi Hasil (DBH) dari BPD ke bank lain; atau mark-up pengadaan di BPD menggunakan vendor yang diduga keluarga atau kerabat pejabat daerah atau anggota legislatif,” kata Maruli.

Mengakhiri rapat, Maruli Tua kembali mengingatkan bahwa para Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, merupakan pemegang saham terbesar di BPD. Karena itu, seharusnya semua penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di dalam pengelolaan Pemda dapat dilakukan oleh BPD supaya sekaligus memperkuat BPD. Dalam kenyataannya, dana-dana tersebut tidak semuanya ditempatkan di BPD, tapi juga di bank-bank lainnya.

“Oleh sebab itu, perlu ada kerja sama yang baik antara KPK, Pemda, OJK, dan BPD MalukuMalut dalam rangka penatausahaan bank daerah yang sehat di masa mendatang,” tutupnya.

Top