Sumber daya alam merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian khusus bagi KPK dalam satu dekade terakhir. Di mulai dengan telaah kasus khusus migas pada 2009, sejumlah kajian terkait sektor sumber daya alam hingga penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) di 2015 dengan melibatkan 27 Kementerian dan Lembaga pada sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, kelautan dan perikanan.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Profesor Hariadi Kartodihardjo yang menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut pun jelas mengatakan bahwa dampak korupsi SDA sangat besar atau dikatakannya, “Beyond kerugian ekonomi.”

Oleh karena itu, KPK berharap publik dapat lebih meningkatkan perhatian serta pemahamannya terhadap celah korupsi yang menganga di sektor sumber daya alam.

Diskusi yang digelar secara daring (6/5) menghadirkan  Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif, serta Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera. Meski diskusi publik ini dilakukan dengan mekanisme daring, peserta diskusi tetap dapat melakukan tanya jawab melalui fitur chat yang tersedia.

Dalam diskusi, Prof. Hariadi mengingatkan kembali akan kajian GNP-SDA yang KPK lakukan bahwa korupsi SDA terjadi secara masif. Suap menyuap bahkan pemerasan terjadi hampir di setiap lini, mulai dari administrasi, perencanaan hingga pengendalian. Sebut saja sektor kehutanan, suap per izin mencapai Rp688 juta sampai dengan Rp22 miliar per tahunnya.

Pada 2018 bahkan KPK mencatat di sektor minerba potensi kerugian yang bersumber dari kurang bayar pajak sebesar Rp15,9 triliun, belum lagi dari administrasi serta perizinan yang buruk mencapai Rp28,5 triliun.

Namun, Prof. Hariadi menegaskan bahwa kerugian yang ditanggung akibat korupsi SDA bukan hanya kekayaan secara finansial. “Tapi akumulasi bencana alam yang meningkat dari tahun ke tahun, termasuk jumlah korban dan sebarannya, itu juga merupakan kerugian akibat korupsi SDA,” ujarnya.

Laode ikut menambahkan, bahwa alih-alih ingin memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat, justru pengelolaan SDA yang dilakukan dengan cara korup akan menimbulkan dampak negatif, yaitu pencemaran lingkungan hidup, timbulnya konflik agraria di tengah masyarakat, sampai pada pemiskinan masyarakat.

“Lingkungan itu sangat interdependence, SDA itu hanya merupakan bagian sedikit. Oleh karena itu kalau kita merusak yang satu kita akan merusak yang lain maka ini adalah persoalan yang sangat penting, bukan hanya untuk kita yang hidup saat ini melainkan juga anak cucu kita dan generasi yang akan datang,” katanya.

Topik serial diskusi ini adalah artikel yang sudah dipublikasikan melalui Jurnal INTEGRITAS Vol. 5 Nomor 2-2 dengan tema “Evaluasi Pemberantasan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam”, yang merupakan edisi suplemen dari terbitan reguler Desember 2019 “Evaluasi Kinerja Pemberantasan Korupsi (periode 2014 s.d 2019). Jurnal ini terbit secara online disini.

Top