Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, kini sudah berjalan tiga tahun dan memasuki babak baru. Sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahuletta, telah digelar pada Kamis, 19 Maret lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dari perkembangan kasus ini, tentu menyisakan harapan bahwa kasus penyerangan terhadap pejuang antikorupsi, harus dituntaskan. “Menegakkan keadilan dan kebenaran lebih penting dari pada sekadar hanya membalas atau menghukum seseorang, tapi kita harus membuka semua dengan optimis dan apa adanya,” kata Novel dalam acara peringatan tiga tahun penyerangan terhadapnya.
Dalam acara peringatan tiga tahun penyerangan terhadap Novel Baswedan yang diselenggarakan Amnesty International Indonesia secara live di media sossial, Novel berharap proses hukum dapat berjalan dengan transparan, sehingga kebenaran dapat diungkap. Namun Novel juga berharap pelaku penyerangan terhadapnya bisa mendapatkan hukuman yang setimpal, dan hakim mampu mencermati fakta-fakta lain yang belum terungkap yang berkaitan dengan penyerangan tersebut. 
“Jangan menutup diri dari alur cerita yang detail yang apa adanya,” tegasnya. 
Novel menekankan, penuntasan kasus itu bukan semata-mata untuk menunjukkan aktor utama atau dalang kekerasan, melainkan juga untuk menunjukkan komitmen negara dalam melindungi pejuang-pejuang antikorupsi. 
“Kerja pemberantasan korupsi bukanlah hal main-main. Ancaman yang didapatkan bukan lagi hal yang bisa dikesampingkan, karena hal terburuknya hingga mengancam nyawa seseorang,” kata Novel. Maka tidak heran, jika para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) tidak berhenti menyuarakan tuntutan untuk menuntaskan kasus penyerangan tersebut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, penyelesaian kasus ini merupakan ujian terhadap niat baik pemegang otoritas negara, apakah hukum akan ditegakkan secara adil atau tidak. Karena itu, pihaknya akan menagih komitmen Presiden Joko Widodo agar membentuk tim investigasi yang independen dengan keahlian dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Bagaimana pun Novel tetap menjadi simbol kesungguhan negara melawan korupsi. Kami menagih komitmen Presiden, untuk benar-benar mengungkapkan kasus Novel. Keadilan untuk Novel sebaiknya tak ditunda. Tidak boleh ada impunitas,” tulis Usman Hamid dalam siaran pers yang dipublikasikan Amnesty International Indonesia, 11 April kemarin.
Karena itu, Amnesty International Indonesia berharap proses hukum yang sedang berjalan dapat memenuhi standar international tentang keadilan. 
“Dua puluh tahun, Indonesia adalah negara yang termasuk mendukung Deklarasi PBB tentang Perlindungan Pembela HAM. Tidak boleh lagi ada korban seperti Novel di negara ini, baik dari pembela HAM di bidang pemberantasan korupsi maupun lingkungan hidup yang sering berkaitan masalahnya.”
Top