Rendahnya tingkat pelaporan harta dan kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di Sulawesi Utara, mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan kegiatan pendampingan pengisian LHKPN. Ini dilakukan bagi 483 penyelenggara negara (PN) di lingkungan Provinsi Sulut.

Ke-483 penyelenggara negara itu, antara lain bupati, wakil bupati dan pejabat eselon di lingkungan Kabupaten Kepulauan Talaud; Irwasda, Kapolresta, Kapolsek dan wajib lapor lainnya di lingkungan Polda Sulut, Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung; Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung; Kepala UPT BKIPM Tahuna dan Manado; POLTEK Bitung; BP3 Bitung; BPAT Tatelu; dan Stasiun PSDKP Tahuna.

Dari data KPK per 28 Februari 2020, tingkat kepatuhan di lingkungan Polda Sulut sebesar 50,40%. Tercatat 189 orang yang sudah melaporkan hartanya dari 375 wajib lapor. Sementara kepatuhan LHKPN di lingkungan UPT KKP Sulut tercatat 40,65%. Sebanyak 735 orang sudah melaporkan dari total wajib lapor 1.808 PN. Dan, Pemkab Kepulauan Talaud tercatat 22% atau 37 PN dari total 170 wajib lapor.

Kegiatan pendampingan dilakukan sejak Selasa (3/3) hingga Jumat (6/3). Di UPT Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sulut pendampingan dilakukan pada Selasa (3/3), Polda Sulut pada Rabu-Kamis (4-5/3), serta di Pemkab Kepulauan Talaud pada Kamis-Jumat (5-6/3), bertempat di Ruang Aula Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kab Kepulauan Talaud.

Menurut Direktur PP LHKPN KPK Isnaini, pihaknya menemukan salah satu penyebab rendahnya tingkat kepatuhan lapor karena kendala jaringan internet yang tidak stabil. Kondisi tersebut kurang mendukung performa aplikasi pelaporan harta berbasis website ini. Sementara, sejak 2017 pengisian LHKPN hanya dapat dilakukan melalui sistem pelaporan berbasis internet yang bisa diakses melalui https://elhkpn.kpk.go.id

“Karenanya, KPK mengimbau agar penyelenggara negara tidak menunda untuk menyampaikan laporannya hingga mendekati batas waktu,” kata Isnaini.

Isnaini menjelaskan, laporan harta kekayaan setidaknya memuat informasi tentang aset yang dimiliki PN, penerimaan dan pengeluaran PN, penerimaan yang diterima PN, jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak dan identitas mengenai pasangan, anak dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan PN.

“Kepatuhan pejabat dalam menyampaikan laporan harta kekayaannya merupakan salah satu bentuk transparansi dan tanggung jawab PN kepada publik.” 

Ia mengingatkan bahwa melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai amanah pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. UU mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat.

“PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,” pungkasnya.

(Humas)

Top