Senin 2 Maret 2020 jadi tonggak baru bagi segenap Insan KPK. Senin itu Kelima Anggota Dewan Pengawas KPK hadir dan memaparkan perubahan Kode Etik KPK di Auditorium lantai 3 Gedung Juang KPK.

Penyusunan Kode Etik oleh Dewan Pengawas adalah bagian dari tugas Dewan Pengawas, yang tercantum dalam Pasal 37B Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu menyusun dan menetapkan Kode Etik Pimpinan dan Pegawai KPK.

Membuka acara ini, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa kode etik disusun sebagai panduan perilaku hidup insan KPK. Kode Etik ini haruslah menjadi roh dan jiwa insan KPK dalam berperilaku sehari-hari, “Sehingga diharapkan tidak ada insan KPK yang melakukan pelanggaran kode Etik,” katanya.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatarongan Panggabean menjelaskan bahwa kode etik ini berlaku untuk Dewas, Pimpinan dan Pegawai KPK yang keseluruhannya sebut sebagai Insan KPK.

Tumpak memaparkan tiga hal mendasar yang tercantum dalam Kode Etik KPK. Pertama, Dewan Pengawas KPK telah menyusun dan menetapkan Kode Etik Pimpinan dan Pegawai KPK. Kedua, Dewan Pengawas KPK akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini.

“Ketiga, Dewan Pengawas KPK juga menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai,” kata Tumpak.

Apa saja perubahan Kode Etik KPK ini?

Dalam hal persidangan kode etik bila terjadi pelanggaran, pegawai dan pimpinan KPK akan disidang oleh dewan pengawas, sedangkan bila dewan pengawas melakukan pelanggaran, maka akan disidang oleh Majelis Kehormatan Kode Etik. Pada Kode Etik KPK sebelumnya, pegawai disidang oleh DPP, sedangkan pimpinan oleh Komite Etik.

Perbedaan lainnya, Kode Etik KPK yang baru, berlaku sama bagi semua insan KPK, yaitu dewan pengawas, pimpinan dan pegawai. Sedangkan pada Kode Etik sebelumnya, terdapat tambahan Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang berlaku secara khusus bagi pimpinan dan penasihat.

Seperti Kode Etik KPK sebelumnya yang memuat lima nilai dasar lembaga, yakni keadilan, profesional, kepemimpinan, religiusitas dan integritas. Pada kode etik yang baru, nilai religiusitas diganti dengan nilai sinergi. Nilai religiusitas yang sebelumnya disebut secara eksplisit, dianggap melekat dan meresap ke dalam setiap insan manusia serta memayungi seluruh nilai dasar yang ada.

Perubahan nilai sinergi ini merupakan wujud penjelasan UU No. 19 Tahun 2019 bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, KPK harus menjadikan aparat penegak hukum lain sebagai counterpart KPK.

“Sinergi bukan berarti kompromi dan sinergi tidak menghilangkan independensi insan KPK,” kata Tumpak.

Tumpak menjabarkan, 8 nilai sinergi dalan Kode Etik KPK, di antaranya saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

Selanjutnya, Anggota Dewan Pengawas KPK, Harjono, menjelaskan mengenai sanksi pelanggaran kode etik. Penerapan sanksi dilakukan, jika terdapat pelanggaran kode etik mulai dari jenis pelanggaran ringan, sedang dan berat.

“Diklasifikasikan sebagai pelanggaran ringan, sedang, atau berat berdasarkan pada dampak atau kerugian yang ditimbulkan terhadap kedeputian atau sekretariat jenderal, komisi, dan atau negara,” katanya.

Sanksi ringan dimulai dengan teguran lisan dengan masa hukuman minimal satu hingga enam bulan. Sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok mulai 10 hingga 20 persen dalam kurun waktu enam bulan. Sanksi berat minimal yang bisa diterapkan adalah pemotongan gaji pokok 30 persen selama setahun dan hukuman maksimal diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai KPK.

Hal baru pada sanksi bagi pelanggar kode etik KPK adalah diumumkannya keputusan penjatuhan sanksi melalui portal internal oleh Sekjen dan eksekusi dituangkan dalam berita acara.

Anggota Dewan Pengawas lainnya, Albertina Ho sangat berharap tidak ada insan KPK yang sampai melakukan pelanggaran etik. Selain itu, Albertina menekankan bahwa hadirnya nilai sinergi dalam kode etik yang baru akan membawa KPK pada era baru yang siap untuk bekerja sama memberantas korupsi di Indonesia. Dengan penambahan sejumlah hal tadi, diharapkan menjadi salah satu perbaikan ke dalam lembaga yang menjamin kepastian tegaknya lima nilai dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku bagi semua Insan KPK.