Salah satu tujuan bangsa Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan negara itu bisa terwujud jika seluruh program pemerintah bisa berjalan dengan baik. Dalam hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertugas untuk mendorong penyelenggaraan negara yang bersih tanpa korupsi.

Hal itu disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Penegakan Hukum Penyelenggraan Pemerintah Daerah dan Percepatan Pembangunan Daerah, di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Jakarta, pada Senin (24/2).

Dalam kesempatan itu, Firli menjelaskan enam tugas KPK yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu pencegahan, koordinasi, monitor, supervisi, penyelidikan-penyidikan-penuntutan, serta tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Kami melakukan pendekatan pencegahan dan penindakan.”

Firli juga mengimbau para peserta seminar untuk mengenali penyebab korupsi. “Tolong dilihat, adakah potensi korupsi di daerah? Kalau ada, coba tanyakan kembali, apakah sistemnya membuat orang bisa korupsi?” jelas Firli di hadapan peserta yang terdiri dari para kepala daerah, perwakilan Kejaksaan Tinggi dari seluruh Indonesia serta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dari seluruh daerah.

Menurutnya, korupsi yang terjadi karena kelemahan sistem, maka di situlah peran kepala daerah untuk memperbaiki sistemnya.

Tak heran, bila sistem tata kelola pemerintahan, menjadi fokus KPK melalui strategi nasional pencegahan korupsi. Dari sini, KPK telah melibatkan 54 kementerian dan lembaga negara serta 34 provinsi untuk bersama melakukan pencegahan korupsi. Ia berharap langkah itu dapat mendorong perbaikan sistem di seluruh daerah.

“Supaya mimpi kita bahwa di Indonesia akan zero corruption bisa terwujud,” katanya.

Selain itu, dalam rangka mendorong percepatan pembangunan di daerah, Firli berpesan agar para kepala daerah tidak mempersulit investor yang hendak minta izin untuk berbisnis di daerah tersebut, apalagi sampai meminta ‘jatah’.

“Izin investasi mohon dipermudah. Jangan sampai ada (uang) kick back,” ujarnya.

Firli berharap bahwa setiap daerah bisa membangun integritas di lingkungannya agar dapat terbebas dari korupsi.

“Kalau kita ingin membebaskan diri dari korupsi, kita harus membuat kantor kita jadi kantor yang berintegritas.”

Dalam kesempatan yang sama, pembicara lainnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menjabarkan sejumlah praktik korupsi di berbagai sektor dan modus, seperti pengadaan barang dan jasa, penyalahgunaan anggaran, penerimaan suap, dan pengelolaan alokasi dana desa.

Melihat jenis perkara yang selalu serupa, Burhanuddin menyimpulkan bahwa selama ini tidak ada perubahan sistem yang telah dibuat. Untuk itu ia mengimbau agar seluruh Kejaksaan Tinggi yang ada di daerah melakukan perubahan sistem yang menyeimbangkan pencegahan dan penindakan.

“Perkara korupsi itu-itu aja. Artinya tidak ada perubahan dalam sistem. Ke depan saya ingin menyeimbangkan upaya pencegahan dan penindakan.”

Selain Firli dan Burhanuddin, hadir pula pembicara lainnya yaitu Wakil Kepala Polri Gatot Eddy Pramono dan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Eko Subowo, serta Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti.

Seminar ini ditutup dengan penandatangan catatan kesimpulan seminar yang akan dikembangkan menjadi nota kesepahaman demi mendorong percepatan pembangunan di daerah.