Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima kunjungan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale bersama empat anggota delegasinya, yaitu Climate and Forest Counselor Marianne Johansen; Ministry of Climate and Environment Adviser Celine Gaasrud; Independent reviewer on Anti-Corruption Mark Pyman; dan Climate and Forest Adviser Susilo Ady Kuncoro.

Mereka diterima oleh tiga Pimpinan KPK Alexander Marwata, Nurul Ghufron dan Lili Pintauli Siregar. Dalam sambutannya, Dubes Norwegia menjelaskan tujuan dari pertemuan adalah untuk berdiskusi dengan Pimpinan KPK mengenai penguatan kerja sama antikorupsi terkait perbaikan tata kelola sektor sumber daya alam di Indonesia.

“Kami ingin mendiskusikan apa yang menjadi program prioritas KPK terkait tata kelola sumber daya alam di Indonesia dan kami siap memberikan dukungan,” ujar Kaale di Gedung KPK, Rabu (5/2).

Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan apresiasi sekaligus harapannya agar kerja sama untuk tiga tahun ke depan bisa berjalan lebih baik.

“Terutama terkait praktik-praktik terbaik Norwegia dalam menjaga sumber daya alam yang dapat dibagikan kepada apgakum dan kementerian lembaga di Indonesia, seperti Kementerian Kehutanan, ESDM, dan jaksa-jaksa. Sehingga, kita bisa selamatkan SDA untuk masa depan Indonesia,” jelasnya.

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama Program Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegak Hukum dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di sektor sumber daya alam. Pada 18 Desember 2019 telah dilakukan penandatanganan komitmen bersama antara 13 kementerian/lembaga terkait program yang akan dijalankan selama tiga tahun pada 2020 – 2022 dengan pendanaan dari Pemerintah Norwegia.

Fokus program ini di antaranya untuk melatih sekitar 204 orang PPNS dan 2015 jaksa di 12 provinsi di Indonesia, mendorong koordinasi dan kerja sama antaraparat penegak hukum dan PPNS dalam penegakan hukum kejahatan SDA, mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan penegakan hukum terkait kasus kejahatan SDA, serta mendorong dan memperkuat partisipasi publik.

Sektor SDA merupakan salah satu sektor prioritas pemberantasan korupsi. Berbagai upaya pemberantasan korupsi baik melalui upaya penindakan maupun pencegahan telah dilakukan KPK. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa permasalahan korupsi di sektor SDA tidak hanya berdampak pada keuangan negara, tapi juga berdampak luas terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.

Sementara fokus pada peningkatan kapasitas penegak hukum dilatarbelakangi data statistik yang menunjukkan masih belum sebandingnya penanganan perkara pada sektor SDA dengan jumlah indikasi pelanggaran maupun dampak kerusakan yang diakibatkan.

Selain itu, studi KPK pada tahun 2013 tentang sistem perizinan kehutanan menunjukkan adanya potensi uang suap atau pemerasan berjumlah antara Rp688 juta sampai Rp22,6 miliar per perusahaan per tahun dalam hal perizinan di sektor kehutanan.

Pada tahun 2015 melalui kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KPK menemukan bahwa produksi kayu yang tidak dilaporkan telah membuat negara diduga menderita kerugian hingga Rp7,3 triliun per tahun dari aspek PNBP. Sedangkan, kerugian negara akibat pembalakan liar mencapai Rp35 triliun per tahun.

Karenanya, KPK memandang peningkatan kapasitas institusional sangat penting. Melalui Program Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegak Hukum dan PPNS di sektor SDA ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengatasi tantangan yang dihadapi penegak hukum. Implementasinya dilakukan melalui sejumlah kegiatan seperti pelatihan bertahap, pembangunan basis data, dan perumusan strategi kerja sama antarlembaga penegak hukum.

Program peningkatan kapasitas dan koordinasi penegakan hukum di sektor SDA secara paralel juga akan ditingkatkan. Harapannya, secara bertahap dapat memperbaiki struktur kinerja bahkan budaya kerja yang lebih bersifat sistemik.

(Humas)

Top