Perlahan tapi pasti, skor Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index-CPI) Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Tahun ini, skor CPI Indonesia naik dua poin dari tahun sebelumnya menjadi 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara.

Laporan itu disampaikan saat peluncuran hasil Corruption Perception Index 2019 oleh Transparency International Indonesia (TII) pada Kamis (23/1), di Gedung Sequis Center, Jakarta.

Menanggapi kenaikan CPI ini, Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsyuddin Haris mengapresiasi capaian ini. “Mudah-mudahan ke depannya skor CPI (Indonesia) bisa meningkat secara signifikan,” ujarnya.

Ia menyampaikan bahwa korupsi di Indonesia terjadi di pusaran partai politik. Menurutnya, sistem partai politik Indonesia saat ini masih memfasilitasi tumbuh suburnya politik koruptif.

“Parameternya sangat jelas. Kita bisa lihat dalam sistem pemilu dan pilkada. Tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh dari negara untuk membangun sistem yang baik. Sistem saat ini masih membuka peluang untuk masih berlangsungnya korupsi.”

Karena itu, Syamsuddin menyarankan harus ada upaya pembenahan secara intens dalam sistem tata kelola partai politik. Ia juga berpesan agar publik terus meningkatkan pengawasannya terhadap pemerintah demi kemajuan Indonesia.

“Desakan dan tekanan publik musti ditingkatkan. Tanpa itu, jangan bayangkan Indonesia akan membaik ke depan. KPK itu harus digonggongi, partai politik dan pemerintah musti digonggongi. Maksudnya, diingatkan. Ini sudah jadi tugas elemen masyarakat sipil,” kata Syamsuddin.

Sementara itu, Manager Riset Transparancy International Indonesia Wawan Suyatmiko mengungkapkan, kenaikan skor CPI ini menunjukan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama 2019 membuahkan hasil yang positif.

“Skor ini meningkat dua poin dari tahun 2019 lalu. Hal ini menjadi penanda bahwa perjuangan bersama melawan korupsi yang dilakukan pemerintah, KPK, lembaga keuangan dan bisnis serta masyarakat sipil menunjukan upaya positif,” ujar Wawan.

Menurutnya, ada empat sumber data yang turut menyumbang kenaikan ini, yaitu Political Risk Service, IMD World Competitiveness Yearbook, Political and Economy Risk Consultancy dan World Justice Project-Rule of Law Indeks.

“Peningkatan terbesar dikontribusikan oleh IMD World Competitiveness Yearbook dengan peningkatan sebesar 10 poin dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh penegakan hukum yang tegas kepada pelaku suap dan korupsi dalam sistem politik.”

Selain itu Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia Dadang Trisasongko juga mengatakan bahwa selain upaya perbaikan sistem kemudahan berbisnis, peningkatan efektivitas penegakan hukum terhadap praktik korupsi politik juga meningkatkan skor CPI secara signifikan.

Namun, lanjutnya, masih ada tugas berat yang harus dituntaskan, yaitu memutus relasi koruptif antara pejabat negara, pelayan publik, penegak hukum, dan pebisnis.

“Jika ini berhasil, kami percaya kondisi itu akan memberikan kontribusi paling besar dalam mengurangi korupsi. Pembenahan lembaga politik harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Dalam waktu bersamaan, penguatan independensi KPK juga harus menjadi agenda utama,” kata Dadang.

Tujuh Rekomendasi

Dalam kesempatan itu, TII memberikan tujuh rekomendasi yang dapat dilakukan untuk peningkatan skor CPI berikutnya. Yaitu, mengelola dan mencegah benturan kepentingan, mengontrol pendanaan politik, memperkuat integritas Pemilu, dan mengatur keterbukaan aktivitas lobi politik.

“Yang paling utama adalah memutus rantai imunitas dan penguatan tata kelola partai politik,” ujar Dadang.

Selain itu, TII juga merekomendasikan agar negara memiliki perlakuan yang sama terhadap warga negara, memperkuat peran masyarakat sipil, serta penguatan fungsi check and balances.

Secara global, rata-rata skor CPI dunia berada pada 43 poin. Sebanyak 60% atau 120 dari 180 negara yang diukur CPI memiliki skor di bawah 50 termasuk Indonesia. Selain Indonesia, terdapat lima negara lain yang memiliki skor sama seperti Indonesia, yaitu Burkina Faso, Guyana, Lesotho, Trinidad and Tobago, serta Kuwait.

Indonesia berada di peringkat ke-4 di antara negara ASEAN, setelah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Di tahun 2019, Denmark dan New Zealand berada di tingkat pertama dengan perolehan skor 87, disusul dengan Finlandia di peringkat kedua yang berhasil memperoleh skor 86. Sementara itu, Somalia masih berada di posisi terendah dengan perolehan skor 9.

Top