Di tengah karut marut Roma tahun 63 sebelum Masehi, Lucius Sirgius Catalina dan Marcus Tullius Cicero berseteru. Keduanya pernah bersaing dalam pemilihan konsulat setahun sebelumnya yang dimenangkan oleh Cicero. Catalina berutang sana sini setelah uangnya habis untuk membiayai kampanyenya.

Catalina tak tinggal diam tak terpilih jadi konsulat. Ia menyusun rencana untuk membunuh beberapa pejabat penting pemerintah dan membakar kota. Rencana ini sampai ke telinga Cicero.

Di depan 600 senator Republik Roma pada akhir tahun 63 SM, Cicero berorasi membuka rencana Catalina. “Sampai kapan wahai Catalina, engkau akan terus menyalahgunakan kesabaran kami?” kata dia.

Ia kemudian mengutuk konspirasi Catalina sang politikus korup yang demi kepentingan pribadinya, berniat menggulingkan Republik Romawi.

Dengan kekuasaannya, Cicero meminta senat menjatuhkan hukuman mati bagi Catalina dan para konspirator tanpa pengadilan. Catalina berhasil kabur. Namun lima konspirator lainnya, dipaksa masuk ke sebuah ruangan kecil, suram dan bau tempat mereka dicekik oleh seorang algojo.

Berbicara kepada orang banyak di luar, Cicero berseru “Vixere!” Atau “Mereka telah hidup!”.

Ia kemudian dijuluki sebagai pater patriae yang berarti Ayah dari Tanah Air. Pujian itu, bagaimanapun, berumur pendek. Banyak orang mulai mempertanyakan penggunaan kekuasaan eksekutifnya yang terang-terangan, sebuah keputusan yang secara jelas melanggar hak seseorang atas pengadilan yang adil.

Catalina dan tentaranya masih terus mencoba melarikan diri melintasi Pegunungan Apennine namun dicegat. Dari 20.000 tentaranya, tiga perempat telah meninggalkannya. Dia dikalahkan dan dibunuh.

John Emerich Edward Dalberg Acton mengatakan kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak. Cerita Cicero dan Catalina membuktikan pernyataan ini. Catalina bersedia melakukan apapun demi kekuasaan. Tak berbeda, Cicero melakukan apapun dengan kekuasaannya.

Salah satu cara memperoleh kekuasaan adalah melalui jalur politik. Sayangnya saat ini banyak sekali poliltikus yang terlibat kasus korupsi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan 36 persen kasus yang ditangani, melibatkan politikus. Bukan berarti tak bisa dibenahi, melalui penindakan dan pencegahan, KPK terus bekerja demi Indonesia yang bebas dari korupsi.

Tulisan ini telah dimuat dalam majalah Integrito vol. 58/VII/JUL-AGS 2017