Lima Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) meminta masukan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dalam penguatan organisasi antikorupsi seperti KPK. Salah satunya, perumusan kode etik organisasi yang menjadi salah satu tugas Dewas KPK.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatarongan Panggabean dalam pertemuan yang digelar Selasa (14/1) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta. Dalam kesempatan itu, dihadiri lima Dewas KPK, yakni yakni Tumpak Hatarongan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsudin Haris, dan Harjono, serta Country Manager Indonesia and Liaison to ASEAN Collie F. Brown dan Programme Coordinator for Anticorruption Dwi Siska Susanti.

Brown pun berjanji bahwa pihak UNODC akan senantiasa bersedia untuk memberikan dukungan dan memberikan masukan mengenai kode etik. “Dalam UNCAC (United Nations Convention against Corruption), banyak kode etik yang bisa dijadikan contoh karena kode etiknya berstandar tinggi dan bisa digunakan oleh lembaga lain selain lembaga antikorupsi,” ujar Brown.

Saat ini, KPK masih menggunakan kode etik yang ada yang diperuntukkan bagi pimpinan dan pegawai. Dalam perkembangannya, terutama setelah organ Dewan Pengawas dibentuk, juga diperlukan kode etik.

“Sementara ini masih kode etik yang lama. Itu untuk pegawai dan pimpinan. sedangkan kita nanti mempelajari kebutuhan kode etik yang baru itu siapa saja apakah kita kita juga ada kode etiknya saya kira harus ada. Jadi itu nanti akan disusun,” kata Anggota Dewas Harjono.

Selain dukungan terhadap kode etik, Brown juga mengatakan pihaknya juga akan memberikan dukungan dan masukan terhadap harmonisasi perundang-undangan antikorupsi. Pasca berlakunya Undang-Undang 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Brown mengatakan bahwa ia telah mempelajari perubahan yang terjadi di KPK. Menurutnya, ia belum menemukan model lembaga antikorupsi di dunia seperti KPK.

“Indonesia adalah satu-satunya lembaga antirasuah yang memiliki Dewan Pengawas,” ujar Brown.

(Humas)