Enam belas tahun sudah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabdi, berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan negeri ini dari bahaya laten korupsi. Meski halangan dan rintangan kerap ditemui, semangat itu tak akan pernah mati.

Gagasan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya sudah diawali oleh TAP MPR No.II tahun 1998. Tap itu memberikan amanat kepada pemerintah dan DPR untuk lebih progresif dalam menciptakan pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Pemerintah dan DPR pun akhirnya menerbitkan Undang-Undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN yang disusul dengan amandemen Undang-Undang No.3 Tahun 1971 sebagai bentuk tindak lanjut. Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pun diubah menjadi Undang-Undang No.31 tahun 1999.

Ketika pembahasan Undang-Undang Tipikor, muncul gagasan untuk menambah bab tentang sebuah lembaga independen dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun usulan itu ditolak Fraksi ABRI.

“Argumentasi saya, adalah tidak logis menambah bab dalam RUU. Kalau penambahan satu pasal atau ayat, biasa. Kedua, dilihat dari usulannya penambahan bab ini belum dikaji secara yuridis maupun semantik,” ujar Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang ketika itu adalah juru bicara Fraksi ABRI.

Menurutnya, untuk membangun sebuah lembaga yang diberi kewenangan besar, tidak bisa dirancang dengan pemikiran sesaat. Harus dilakukan pengkajian yang betul dengan segala aspeknya.

Atas dasar itu kemudian disepakati amanat pembentukan KPK akan dimuat dalam aturan peralihan Undang-Undang No.31 tahun 1999. Embrio KPK semakin jelas dengan disahkannya Undang-Undang No. 30 tahun 2002. Berdasarkan ketentuan itu, KPK akan melaksanakan tugas dan wewenang yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang itu, KPK harus segera dibentuk dan menjalankan tugasnya paling lambat satu tahun setelah diundangkan pada 29 Desember 2002. Karena tenggat itu, tim panitia seleksi calon pimpinan KPK bekerja cepat dan segera memilih lima pimpinan KPK.

Lima pimpinan KPK jilid pertama itu yakni Taufiequrachman Ruki, Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas. Mereka dilantik pada Sabtu 29 Desember 2003. Sejak saat itu resmilah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tahun pertama, KPK hanya memiliki 188 pegawai sebagai amunisi pemberantas korupsi. Masa-masa awal yang begitu sulit dalam menangani kasus. Padahal masyarakat telah memiliki ekspetasi yang besar terhadap KPK.

Tahun demi tahun berganti, kinerja KPK mulai tampak dan berdampak kepada masyarakat. Pertumbuhan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia meningkat secara signifikan. Semula di tahun 2002 Indonesia hanya mendapatkan skor 19, kini di tahun 2018 Indonesia sudah beranjak naik mencapai angka 38.

Kinerja di bidang penindakan selama ini, KPK telah menyelidiki 1.250 kasus dan melakukan 1.007 penyidikan. Dari jumlah itu, sebanyak 678 kasus telah inkrah. Meski baru menginjak usia remaja, KPK sudah menangkap ribuan pelaku korupsi. Sejak beridiri, KPK telah menangkap 1.125 orang pengerat uang rakyat yang 136 orang di antaranya adalah kepala daerah.

Terobosan pemberantasan korupsi terus dilakukan. Tidak hanya pelaku orang saja yang berhasil ditangkap, sejak lahirnya Peraturan Mahkamah Agung No.13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi, KPK juga menjerat korporasi sebagai tersangka. Hingga kini, KPK telah menetapkan enam korporasi sebagai pelaku tindak pindana korupsi.

Selama empat tahun ke belakang, KPK telah menggunakan uang rakyat sebanyak Rp3,6 triliun. Namun, dengan anggaran yang minim itu, KPK dapat menyelamatkan Rp 65,7 triliun uang negara. Jumlah ini berasal dari upaya penindakan Rp 1,74 triliun dan pencegahan Rp63,979 triliun. Penetapan gratifikasi yang menjadi milik negara juga menyumbang Rp159,3 miliar ke kas negara.

Selain itu pekerjaan koordinasi dan supervisi juga menyelamatkan uang negara sebesar Rp29 triliun. Melalui upaya penelitian dan pengembangan, KPK juga menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp34,769 triliun.

Tahun ini dan tahun-tahun mendatang ujian menjalankan tugas pemberantasan korupsi akan semakin berat. Harapan-harapan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi, tentu masih ada. Seperti ungkapan harapan dan pesan dari para tokoh dan aktivis antikorupsi berikut ini:

Sebagai ‘pemberantas’, KPK wajib mengedepankan pendekatan dan proses hukum. Pencegahan memang penting, tapi penindakan adalah keharusan!

Gandjar Laksamana Bonaprapta, Ahli Pidana Universitas Indonesia

 

Jika pun UU KPK dan KPK secara kelembagaan dibuat mundur jauh, tak ada alasan untuk ‘patah arang’. Asa kecil saya adalah semangat memberantas korupsi tak boleh mati. Ada begitu banyak pegawai KPK yang punya jiwa dan semangat kuat. Ditemani oleh publik yang juga mendorong pemberantasan korupsi kuat. Kita kuatkan pemberantasan korupsi setidak ideal apapun kondisinya. Sembari, mari berjuang untuk kembali mengidealkan.

Zainal Arifin Mochtar, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada.

 

Korupsi SDA telah merusak sistem demokrasi Indonesia, perangkat kekuasaan disalahgunakan menjadi modal politik, obral izin SDA pun jadi jalan pintas melanggengkan kekuasaan dan menciptakan oligarki ekonomi. KPK harus fokus memberantas korupsi SDA, karena dampaknya sangat besar bagi sistem demokrasi dan pembangunan nasional.

Wiko Saputra, Peneliti Kebijakan Ekonomi AURIGA

 

Tantangan KPK kian berat. Revisi UU KPK hanyalah bagian kecil dari serial panjang pelemahan lembaga. Tak terhitung lagi serangan ke para investigator dan staff. Saya berharap masyarakat terus terlibat memberantas korupsi dengan menjaga KPK dari serangan lanjutan di masa depan.

Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.

 

Usia 16 tahun menjadi titik pijak bagi KPK untuk terus memberikan yang terbaik bagi upaya pemberantasan korupsi yang lebih masif di Indonesia. Jaya terus KPK, membangun integritas bagi negeri.

Wawan Suyatmiko, Manager Riset Transparency International Indonesia.

 

Pada pertengahan tahun 2015 ketika saya berhenti sebagai Penasihat KPK. Saya memprakirakan bahwa penindakan korupsi di Indonesia akan berada pada posisi menurun. Prakiraan itu saya tulis di dalam buku Antikorupsi: Teori dan Strategi - Group Bisnis, Makelar Kasus, dan KPK. Ketika itu sudah mulai tampak indikator bahwa faktor eksternal tidak cukup memberikan dukungan politik. Tidak ada contoh keberhasilan pemberantasan korupsi di dunia yang semata-mata karena adanya KPK, tanpa dukungan politik yang kuat dari pemangku kepentingan yang lain.

Suwarsono, Mantan Penasihat KPK.

 

Kepesimisan masyarakat terhadap masa depan KPK, menunjukkan rasa cinta dan pengharapan yang luar biasa pada KPK. Jadikan hal tersebut sebagai pemicu semangat bagi Pimpinan Baru KPK. Menjalankan KPK sesuai marwahnya, menjadikan trigger bagi penegak hukum lainya, soliditas antara pimpinan dan seluruh elemen staf KPK untuk dapat menjawab tantangan masyarakat yang sedang galau.

Prof. Hibnu Nugroho, Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

 

  1. Kepemimpinan baru KPK & keberadaan Dewas KPK yang baru akan segera diuji kredibilitas & integritasnya. Konsolidasi internal KPK & komunikasi antar-stakeholders harus segera dijalankan, agar mesin antikorupsi bisa bergerak lebih cepat, efektif & tepat sasaran.
  2. Fungsi supervisi & koordinasi harus ditingkatkan untuk memperluas jangkauan kerja mesin antikorupsi, agar lebih efektif & imparsial. Selain itu, penguatan fungsi korsup ini sangat diperlukan guna menghindari munculnya pembajakan lembaga penegak hukum untuk kepentingan-kepentingan sempit para elite, hingga memunculkan benturan antar-lembaga penegak hukum yang sangat tidak produktif.
  3. Selain fokus pada fungsi penindakan sebagai follow up dari laporan masyarakat yang kian menggunung, KPK juga perlu menyeimbangkan fungsi pencegahan, utamanya di empat sektor prioritas utama yang menyebabkan kerugian terbesar negara; yakni sektor pangan, sektor infrastruktur, sektor energi dan politik-pemerintahan.

Ahmad Khoirul Umam, Ph.D, Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Universitas Paramadina, Jakarta

 

Saya berharap dalam usianya yang baru 16 tahun KPK-RI tetap dicintai oleh masyarakat dan tetap menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri yang kita cintai bersama. Saya juga berharap kepada legislatif dan eksekutif untuk mewujudkan janji-janji mereka untuk memperkuat KPK agar tidak menjadi janji kosong tanpa arti.

Laode M Syarif, Pimpinan KPK 2015-2019

 

KPK dibangun di atas dedikasi, kejujuran dan integritas. KPK bukan milik sekelompok orang, apalagi milik elite korup. Bukan! KPK milik rakyat Indonesia. KPK berdiri, berdarah, dan berjuang bersama rakyat. Jangan cabut akar KPK dari itu (rakyat). (Selama) 16 tahun bagi manusia adalah usia remaja, tapi tidak bagi KPK. Ia lebih 'tua' dari usianya. Usia yg penuh dengan kisah perjuangan, teror dan kriminalisasi, sampai pada design pelemahan yang mengerikan. Dari pihak-pihak yg tidak menghendaki KPK ada.

Abraham Samad, Pimpinan KPK 2011-2015

 

Korupsi bukan budaya Indonesia, dan tak pernah jadi budaya bangsa mana pun. Sebaliknya, pemberantasan korupsi adalah hasil olah nalar yang sehat, naluri yang bening, dan budaya yang luhur, lahir dari peradaban manusia modern.

Erry Riyana Hardjapamekas, Pimpinan KPK 2003-2007

Top