Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 17 September lalu, menimbulkan wacana kontroversial. Pemberantasan korupsi dianggap sebagai penghambat masuknya investasi di negeri ini.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif membantah pernyataan tersebut. Mengutip data World Economic Forum tahun 2019, yang menyebutkan sejumlah hambatan berbisnis di Indonesia, di antaranya korupsi, inefisiensi birokrasi, akses ke pembiayaan, infrastruktur tak memadai, instabilitas kebijakan, instabilitas pemerintah, dan rasio pajak.

“Jadi agak aneh kalau pemberantasan korupsi diangap menghambat investasi di Indonesia, karena World Economic Forum justru mengatakan yang menghambat investasi karena masih maraknya korupsi.”

Laode mengatakan, hal ini juga menjadi isu yang didiskusikan KPK bersama lembaga antikorupsi di Asia Tenggara yang tergabung dalam South East Asia Parties Against Corruption (SEA PAC), seperti Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC), Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura, dan Anti-Corruption Commission of Myanmar.

Diskusi itu juga meneguhkan fakta bahwa kerja pemberantasan korupsi berkorelasi positif dengan iklim investasi. Semakin baik kerja pemberantasan korupsi, semakin baik pula ikklim invetasi akan tercipta.

Apa bahaya korupsi? Salah satunya merusak pasar, harga dan persaingan usaha. Memberantasan korupsi itu memperbaiki demokrasi dan di saat yang bersamaan berupaya meningkatkan iklim usaha yang lebih baik,” kata Laode mengutip UU No.7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.

Karena itu, KPK juga mendorong terjadinya iklim investasi yang bebas dari korupsi melalui kegiatan Regional Workhsop on Private Sector Corruption: Legal Framework, Enforcement and Prevention yang digelar Senin-Rabu (23-25) di Pusat Edukasi Antikorupsi.

Pada kegiatan itu, KPK menghadirkan berbagai ahli untuk mendiskusikan pemberantasan korupsi di sektor swasta, salah satunya Francesco Checchi, Regional Anti-Corruption Advisor dari United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC).

“Kami berdiskusi mengenai beneficial ownership, pemberantasan korupsi di sector swasta, korupsi korporat, sistem transparansi dan kepatuhan, dan kami mendengar secara langsung pengalaman terbaik KPK dalam penanganan korupsi di Indonesia,” kata Checchi.

(Humas)